Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kekalahan Milan, Pergulatan Mentalitas, dan Momen Transisi

11 Mei 2018   11:11 Diperbarui: 12 Mei 2018   05:35 2509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi Juara Si Nyonya Tua | Eurosport

Situasi seperti ini pernah juga dikritik Xavi Hernandez, sang legenda Barcelona. Ketika sosok semisal Paulinho yang hanya bermain di liga level Chinese Super League dibeli Barcelona, pemain yang memberikan delapan gelar juara La Liga dan empat titel Liga Champions mengatakan, "Dulu takkan ada pernyataan 'pemain ini akan cocok di Barcelona' karena para pemain itu sudah ada di sana. Mereka sudah merekrut pemain yang tidak cocok dengan gaya bermainnya."

Atensi dari kritik Xavi memang terhubung dengan kebijakan transfer manajemen yang memalingkan muka dari potensi akademi sendiri. Akademi yang terbukti melahirkan kelas dunia serupa Xavi, Pique, Fabregas, Iniesta hingga sang Alien: Messi. Walau begitu, capaian yang diberikan Ernesto Valverde di musim ini bukanlah hasil buruk seorang suksesor. Barca tetap bermain operan-operan indah dengan intensitas yang mungkin tak sebergairah era Pep Guardiola. Intensitas ala tiqui taca yang sebenarnya sudah mulai berkurang di tangan Luis Enrique, bukan?  

Sebab itu juga, dalam situasi Milan, saya kira asal terus diberi kepercayaan, Gattuso akan kembali melahirkan tim yang bikin deg-degan musuh. Pirlo hanyalah salah satu yang sudah memberi kesimpulan terhadap kinerja lelaki bermental "Anjing Perang" lapangan hijau ini. Gattuso sejak awal tahu jika skuadnya miskin DNA Milan. Elemen koentji yang akan memutasi kualitas teknik ke dalam sistem bermain "yang pantang pulang sebelum padam".

Karenanya, karena syarat-syaratnya belum dipenuhi, maka kekalahan pada Rabu dini hari itu memang harus terjadi. Wajar. Namun ada satu yang patut dihargai dari Gattuso adalah tidak meniru cara bereaksi Maurizio Sarri. Sarri yang adalah coach tim bernama Napoli, yang hangat-hangat telek ayam di depan ujian konsistensi. 

Sesudah kalah telak dari Fiorentina, Sarri berkomentar begini ihwal dominasi Juventus. "Kami beresiko kehilangan banyak penggemar, karena mereka mendukung tim yang tak akan pernah menang." Lho?! Urusan klean laah. Tak perlu bawa-bawa fans tim lain yang sama mediokernya.

Saya tiba-tiba ingat sabda Eric Cantona tentang psikologi fans dengan klub sepak bola. Bilang Cantona, Kau boleh ganti istri atau agamamu, tapi tidak klub sepak bola-mu! Fans yang gak begini, hanyalah pemuja jenis abal-abal dan alai-alai: mudah galau dan pindah hati. Dekat dengan pikiran konspiratif juga rasanya, uups.  

Pernyataan Sarri itu seperti melempar kotoran ke wajah Maradona.   

#FinoAllaFine #ForzaJuventus #4azaBianconeri

***

Sumber lain yang dirujuk 1, 2 dan 3 serta 4.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun