Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kekalahan Milan, Pergulatan Mentalitas, dan Momen Transisi

11 Mei 2018   11:11 Diperbarui: 12 Mei 2018   05:35 2509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi Juara Si Nyonya Tua | Eurosport

Tentu saja ini bukan salah Donnarumma semata. Gattuso telah menyadari dan memberi peringatan.  

Gattuso bilang, "We have to do two things: not give Juve anything, as with the quality of their players they will punish you, then we have to play our game courageously. Juve is a team full of champions, but they too have some defects, it will be a good game we can't wait to get going and we hope that we won't make the same mistakes as we did in the last 15 minutes in Turin."

Dan Bonucci, dkk gagal menerapkan dua kehendak yang diinginkan Gattuso: jangan beri ruang alias jangan menciptakan kesalahan yang sama serta bermainlah dengan berani. Hanya di paruh pertama, Milan boleh konsisten. 10 menit dari babak kedua, Juventus mulai menghukum mereka hingga berakhir dengan mengenaskan. 4:0. 

Karena itu juga, wajar menduga jika Milan yang datang ke ibukota masilah pasien pengidap Inferior Mentality. Mereka serasa sudah duluan kalah terhadap perasaan gugup di depan penguasa 6 musim bertutur-turut. Perasaan gugup yang selalu menjangkiti jiwa kerdil dan bermuara pada inkonsistensi yang akut. 

Akan tetapi kita tahu jika kondisi ini adalah faktualitas yang partikular. Bukan khas AC MIlan semata. Ia juga hidup dalam ruang batin Inter dan Roma.

Mengelola Momen Transisi

Tanpa bermaksud membesar-besarkan sejarah--yaiyalah, sudah besar dengan sendirinya!-- juara 7 musim beruntun dengan 4 Coppa Italia adalah penegasan jika kemampuan bersaing di level atas memang hanya milik Juventus. Sejarah yang seperti ini tidak dicapai oleh skuad yang sama. Juventus kehilangan elemen inti, kedatangan pemain-pemain baru yang bukan dari kumpulan World Class dan harus melewati transisi secara benar. 

Bahkan sempat terseok-seok di awal musim dan dijuduli macam-macam prediksi yang pada akhirnya adalah pepesan kosong. Coach Max Allegri membuktikan jika dalam dirinya, hidup maestro taktik yang juga ahli mengelola transisi. Seorang yang ahli menerapkan prinsip memelihara hal-hal lama yang bagus dan mengambil hal-hal baru yang lebih bagus.

Hal-hal lama yang masih bagus itu hidup dalam sosok seperti Buffon, Chiellini, Barzagli, Benatia hingga Rugani. Termasuk dalam diri Asamoah, Lichtsteiner, Alex Sandro juga Cuadrado dan Khedira. Lantas Mandzukic, Higuain dan Dybala. Sementara hal-hal baru yang lebih bagus akhirnya muncul dari Douglas Costa dan Matuidi, yang sering masuk dalam starting eleven.

Keseimbangan dinamik sedemikianlah yang menjadi tantangan bagi seorang Gattuso dan manajemen klub secara umum. 

Dia baru datang sebagai suksesor keterpurukan warisan Montella, yang kembali dipecat manajemen Sevilla. Gattuso mengasuh skuad dengan dominasi anak-anak muda dari pembelian yang jor-joran namun tanpa bintang. Pembelian yang malah dinyinyiri oleh si mantan, Berlusconi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun