Mohon tunggu...
Pus Pus
Pus Pus Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selo banget dengan beberapa project baru, salah satunya on going : http://pvsp4-womanidea.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Terbiasa Mahal

27 Oktober 2013   15:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="224" caption="Y U So Expensive (blogspot.com)"][/caption] Makan buah merupakan hal yang sudah menjadi rutinitas di rumah dan belanja ke toko buah menjadi kewajiban tiap dua minggu. Saat itu adik kecilku masih usia 4 tahun dan sedang cerewet- cerewetnya. Tiap kunjungan ke toko buah adik kecilku selalu jadi "raja" buat spg-spg buah disitu. Disuap icip buah ini-itu, yang kemudian dengan "canggih" merayu bunda nya supaya membelikan si adik buah tersebut. Sebagian besar berhasil, ketika si adik cuma sebatas bertanya " buah apa sih ini??". Suatu hari, seperti dua minggu biasanya kami datang kembali kesana. Si mbak spg sudah hapal dan bersiap mengupas beberapa buah untuk si adik. aku cuma tersenyum, sekaligus siap-siap siapa tau kebagian icip. Kegiatan icip-icip berlangsung biasa, sang bunda masih sibuk memilih buah wajib : jeruk.  Tapi kemudian si adik dengan cueknya bertanya " Buah yang mahal mana? Aku mau buah yang mahal ". Si mbak spg diam sebentar, lalu tertawa. Si bunda sama ayah juga ikut tertawa dan kemudian saling berebut tunjuk buah mahal dan murah. Semenjak saat itu saya mengenal adik saya sebagai laki-laki kecil yang selalu mengelompokkan segala sesuatu majadi dua jenis, mahal dan murah. Dan seperti biasa dia akan selalu menganggap bahwa yang berharga mahal akan selalu lebih baik daripada yang murah. Tidak sepenuhnya salah, tapi masih harus diberi pengertian lebih mengenai pengelompokan dan batasan mahal dan murah. Ironis memang ketika anak sekecil itu sudah terbuka matanya mengenai pilihan finansial, yang tidak keluarga kami sadari kemudian membentuk sikap dan pemikiran akan pilihan hidupnya ketika dia beranjak dewasa. Seperti itu mungkin anak-anak jaman sekarang tumbuh dan berkembang. Berbeda dengan masa kecil saya yang sudah cukup berbahagia bermain tanah, berenang di sungai, berlarian di kebun tetangga, bakar singkong atau bahkan mencuri sekedar jambu biji. Daik saya merasa belum cukup memegang smartphone dan tablet terbaru. Bagi mereka, berangkat sekolah diantar mobil, bermain di mall, makan di fudcourt atau gerai makanan siap saji merupakan sebuah playground baru yang mereka bilang gaul. Padahal umur kami hanya terpaut 14 tahun, bukan jutaan tahun sebelum masehi. Time Flies and Here We Are, Out of The Jungle! Saya yang tumbuh dewasa dengan keterbatasan. Bahwasannya eskrim dan coklat batangan merupakan pilihan untuk dimakan sebulan sekali, bahwasannya roti merupakan jajanan yang paling affordable dan bermanfaat dibanding snack isi angin atau permen perusak gigi. Saya tumbuh menjadi remaja yang bertanggung jawab dengan apa yang saya belanjakan. Sampai saat ini saya beranggapan bahwa selalu ada pilihan yang jauh lebih efektif dan efisien dibanding membelanjakan berpuluh kali lipat barang yang bermerek denga fungsi yang sama. Saya terampil memperbaiki barang elektronik dengan pertimbangan barang itu masih bisa saya gunakan selama saya bisa memperbaikinya sendiri. Saya jauh dari kepraktisan yang tidak perlu. Adik saya yang lahir hanya berselang 14 tahun dari saya mengenal eskrim dan coklat adalah jajanan yang membosankan, bahwasannya roti hanya dimakan ketika terpaksa. Dia memang sudah mengenal buku tabungan dari kecil, dan hanya akan membelanjakan uangnya ketika ia sudah cukup menyimpan untuk beberapa barang bermerk. Hidup dengan pembantu melayani kebutuhannya setiap hari dan orangtua yang sibuk. Saya masih ingat minggu lalu saya melihat dia bosan karena sepagian sudah bermaraton PS-HP-PC game, yang kemudia saya ajak dia keluar. Apalagi pilihannya jika tidak ke mall dan membeli CD game baru. Kami jauh berbeda. Hanya 14 tahun yang dibutuhkan untuk menciptakan generasi baru yang menilai sesuatu dari mahal-murahnya, dari gaul-tidaknya. Kebun dekat kali mungkin tidak lagi menarik bagi anak-anak jaman sekarang kecuali untuk sembunyi-sembunyi pacaran. Mandi di kali mungkin nggak menjadi pilihan karena sama sekali nggak boleh pake bikini, bisa habis dimarahin pak haji. Banyak hal berubah bahkan sebelum saya bisa membayangkan ketika saya menikah, punya anak-anak lucu dan membesarkannya. sejauh apa mereka bisa bertahan menghadapi kerasnya masa depan. Lebih mudahkah?? Lebih sulitkah?? Kata adik saya, semuanya mahal dan yang mahal pasti enak. Makannya harus rajin nabung sama cari uang, biar hidupnya enak. Ada betulnya, tapi dia belum cukup dewasa untuk tahu betapa kebahagiaan sebenernya gabisa dibeli pake uang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun