Mohon tunggu...
sigit purwanto
sigit purwanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya jurnalis. Pemburu durian. Ketua durian traveler Indonesia

suka jalan-jalan. selalu mengamini di setiap persimpangan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Durian Masmuar, Primadona Kebun Maiwa Hill Bontang

28 Januari 2020   03:23 Diperbarui: 29 Januari 2020   20:48 2547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di perbatasan Bontang. Sedari malam, awan turun begitu dekat. Datangnya membawa embun, membasahi meja tempat kami ngopi. Kamera, Drone dan peralatan perang lain buru- buru saya kemas. Aneh, ini masih jam 9 malam tapi kok embun begitu lancang. Gara-gara Alip Badri, saya merajuk ke sini ke tempat H Husein. 

"Durian Masmuarmya pahit eunak pisan," kata dia.

Aneh. Mana ada Masmuar pahit, kalau adapun ya tipis-tipislah hanya di permukaan mirip embun di meja tak dalem. Kalau yang ngomong bukan Alip saya pasti tak percaya. Tapi Alip bukan penggemar durian biasa. Lidahnya cukup panjang menclok di berbagai kebun di Malaysia.

Masmuar atau d168 adalah durian dari Malaysia. Masuk ke Indonesia mungkin sekitar 20 tahun yang lalu. Yang jual majalah pertanian Indonesia paling hits. Sayang salah kode. Salah identifikasi. Dilabelnya d24. Jadi rancu sampe sekarang. 

Masmuar punya daging kuning emas dengan sapuan warna oranye atau jingga. Teksturnya sangat lembut, daging tidak terlalu tebal dan rasanya tidak terlalu kompleks hanya manis.

Saya mengenal Masmuar 3-4 tahun lalu. Masmuar adalah gerbang awal saya merasa dan mencicipi durian-durian premium. Saya lumayan inten makan masmuar dan memuji setinggi langit rasa durian ini. Itu dulu, sebelum saya mengenal Musangking, D24, dan puluhan durian unggulan lainya. 

Setelah itu, jujur, saya selalu menolak makan Masmuar. Kurang nampol rasanya. Manis lurus tok tak ada pahitnya. Apalagi kalau durian masmuarnya dipetik. Rasanya cuma dapet asem-asemnya saja. Manisnya ndak ikut kepetik.

dokpri
dokpri
Terakhir saya menikmati masmuar lumayan enak di Suling Hill deket Penang. Malaysia. Itu juga dibujuk Lindsay, katanya Masmuar XO pohonya sudah lebih 40 tahun. Rasanya yo lumayan enak. Ada pahitnya tapi yo tipis ndak inten..

Lidah saya memang sudah rusak. Bawel kalau makan duren yang manis tok. Maunya ada pahit yang menggelegar...boom.

Di Maiwa Hill 22 km sebelum Kota Bontang, Kalimantan Timur, saya mencoba lagi durian Masmuar. Dari Balikpapan Samarinda hingga sebentar lagi sampe Bontang banyak pemandangan indah. 

Konturnya berbukit. Jalan ditaruh d ipunggung bukit. Membebaskan mata buat delik ke titik terjauh di horison. Dan kebun pak H. Husen nempel di punggung itu. Kalau pagi awannya konvoi. Cantiknya sekali kaya bawa Selendang putih. Tapi yo masih cantikan Cia Sih. ..

Saya ndak mau nunggu pagi buat menikmati Cia eh Masmuar maksudnya. Hawa dingin. Embun yang sudah kegatelan turun saya abaikan. Berbekal lampu sorot saya tarik H Husein ke kebunya.

dokpri
dokpri
Gelap. Tapi ratusan bintang berkeliaran. Kerlip genit aah tapi saya abaikan. Toh saya bukan ahli rasibintang yang bisa nujumin Cia lewat ramalan picisan zodiak. Saya fokus ke durian. Gelap hanya remah. Bintang hanya kangkangan. Cia hanya duri.

Kebun H Huseein. Lampu sorot hampir tak berguna. Hidung lebih tajam menyasar. Mencari aroma harum yang glundung di reremputan. Baru 5 menit. Sorak Sorayy sudah pecah dikebun seluas kurang lebih 14 hektar. 4 orang manusia tua kesurupan jadi anak kecil. Kegeriangan. Seperti nemu emas batangan.

Tahun 2006. H Huseein mulai menanam durian. Segala macam durian yang di ulas di majalah itu ia borong bibitnya. Belasan jenis. Tapi tak semua berbuah bagus. Bahkan durian sitokong sampe sekarang buahnya masih kaya muka Indra. Pucat mengkal. Hanya durian Masmuar yang berbuah sangat prima.

Syukurlah saya datang diwaktu yang tepat. Tak butuh waktu setengah jam, 7 durian masmuar sudah terkumpul. Kulitnya masih alot. Enggan dibagi. Mungkin baru jatuh. Tapi ranum wanginya sudah ngawe-ngawe. Mungkin cuma butuh diperjuangan, kaya cinta. Dan dia rebah dengan rayuan golok tajam. Beat..beat..sikat..

Dagingnya kuning emas bersepuh jingga. Lemaknya terlihat cerah halus yang kerutanya "ngolan-olan" mirip leher gadis Jawa yang pernah saya buru karena konon itu adalah lambang perempuan yang mampu mengundang datangnya rejeki berlimpah.

Dan ini memang rejeki. Biar bintang runtuh saya pasti ndak lepasin kenyotan saya. Luar biasa. Saya keranjingan. Masmuar dari kebun H Husein jauh lebih enak dari Masmuar yang saya pernah makan. 

Dia begitu lengket. Lemaknya tebal menyimpan gurih. Manis hanya perantara lalu pahit menghentak. Mengulum lidah sampe bego, pasrah saja mengikuti alur.

Luar biasa. Teryata di bumi Kaltim, Masmuar yang manis kemayu jadi begitu binal nakal. Lengkap dengan tarian exotis pahit yang menggebu-gebu. Biar malam ini jadi saksi. Biar saja saya gagal mencipox gadis berleher Ngolan-olan tak mengapa. Ini lebih indah kawan. Lebih nyereset bahkan rasanya seimbang dengan Musangking kalah diaroma saja.

"Saya bermain di pupuk mikro," kata H Huseein yang belajar bertani durian secara otodidak. Maiwa Hill 20 km sebelum Bontang. Embun turun lagi dengan derasnya. Malam ini saya mimpi indah. Lena Cia tak seberapa. Masmuar lebih indah. Ngomong-ngomong Cia lehernya ngolan-ngolan ndak yah.. aaah mungkin 2 tahun lagi Aswin lebih tau.. mending saya tidur.

Sigit purwanto
24 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun