Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Sekolah Jadi Zona Proyek, Bagaimana Menjaga Keselamatan Siswa?

11 Oktober 2025   04:52 Diperbarui: 10 Oktober 2025   16:59 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanda peringatan sederhana bisa menjadi langkah kecil penyelamat di lingkungan sekolah yang sedang direnovasi. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)

Suasana sekolah biasanya identik dengan keceriaan siswa, suara riuh belajar, dan tawa di sela-sela istirahat. Namun, bagaimana jadinya ketika sekolah berubah menjadi "zona proyek" karena sedang ada perbaikan atap atau renovasi ruang kelas? 

Alih-alih hanya menjadi cerita ringan, kondisi ini bisa menyimpan risiko besar, terutama bagi keselamatan siswa dan guru yang tetap beraktivitas di lingkungan sekolah.

Sekolah yang Berubah Wajah

Rehab atap ruang kelas adalah kebutuhan nyata. Banyak sekolah di Indonesia masih menggunakan bangunan lama, dengan genteng yang rapuh, kayu penyangga lapuk, atau bocor saat hujan. Perbaikan tentu mutlak dilakukan agar proses belajar mengajar berjalan nyaman.

Namun, selama proses perbaikan berlangsung, wajah sekolah berubah. Tumpukan material bangunan seperti genteng, kayu, dan pasir menghiasi halaman. Debu bertebaran di udara, paku berserakan di tanah, hingga suara bising peralatan tukang kerap menyela konsentrasi belajar. Tidak jarang, kelas yang masih digunakan berada persis di sebelah ruangan yang sedang diperbaiki.

Di sinilah risiko mulai muncul. Sekolah yang sejatinya menjadi ruang aman justru berubah menjadi area penuh potensi bahaya.

Proyek rehab atap di sekolah, tumpukan genteng dan material harus diwaspadai agar tidak membahayakan siswa. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari) 
Proyek rehab atap di sekolah, tumpukan genteng dan material harus diwaspadai agar tidak membahayakan siswa. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari) 

Risiko yang Sering Dianggap Sepele

Banyak orang berpikir bahaya di proyek bangunan hanya soal jatuhnya genteng atau robohnya material besar. Padahal, risiko kecil pun bisa berdampak serius.

  • Debu dan serpihan dapat menyebabkan gangguan pernapasan, batuk, hingga iritasi mata.
  • Paku dan pecahan genteng yang terinjak bisa melukai siswa, bahkan berisiko infeksi.
  • Peralatan tukang yang dibiarkan terbuka bisa membahayakan jika disentuh atau dimainkan siswa yang penasaran.
  • Area licin atau penuh serpihan membuat risiko terpeleset semakin besar.

Hal-hal ini kerap dianggap sepele, padahal dampaknya bisa panjang. Seorang anak yang kakinya tertusuk paku, misalnya, tidak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga trauma psikologis.

Ketika Risiko Benar-Benar Terjadi

Bahaya proyek di sekolah bukanlah sekadar kemungkinan. Beberapa kasus nyata membuktikan bahwa kecerobohan dalam mengelola renovasi dapat berakibat fatal.

Pada awal tahun ini, gedung SMKN 1 Cileungsi, Bogor, ambruk dan melukai 26 siswa. Peristiwa itu terjadi saat jam pelajaran berlangsung. Genteng dan rangka bangunan yang tidak kuat menimpa siswa yang sedang belajar. 

Puluhan anak mengalami luka ringan hingga cukup parah, dan suasana sekolah yang seharusnya aman berubah menjadi kepanikan besar.

Kasus lain terjadi di SMAN 10 Bogor, di mana atap sekolah yang sedang direnovasi runtuh. Kali ini korbannya adalah tiga pekerja proyek yang tertimpa reruntuhan. 

Meski tidak menimpa siswa secara langsung, peristiwa ini tetap menunjukkan betapa tingginya risiko renovasi di lingkungan sekolah jika tidak dikelola dengan baik. Bayangkan bila saat itu siswa masih beraktivitas di dekat lokasi proyek - dampaknya bisa jauh lebih besar.

Dua kasus tersebut menjadi pengingat penting: renovasi bangunan sekolah bukan hanya soal memperbaiki fisik, melainkan juga bagaimana manajemen keselamatan diterapkan secara disiplin. Baik siswa, guru, maupun pekerja harus sama-sama dilindungi dari risiko yang sebenarnya bisa diantisipasi.

Siapa yang Bertanggung Jawab?

Pertanyaan penting yang sering terlupakan adalah: siapa yang bertanggung jawab menjaga keselamatan siswa selama proses rehab berlangsung? Apakah sepenuhnya tanggung jawab pihak sekolah? Atau kontraktor yang mengerjakan proyek?

Idealnya, keduanya memiliki andil. Kontraktor wajib memasang tanda peringatan, membatasi area kerja, dan memastikan material tertata aman. Sementara pihak sekolah perlu menata ulang ruang belajar, memberi pengawasan ekstra, dan mengedukasi siswa agar tidak bermain di area proyek.

Namun dalam praktiknya, pengawasan kerap longgar. Di sinilah peran guru, orang tua, dan bahkan siswa sendiri menjadi penting untuk saling mengingatkan.

Mengelola Risiko di Lingkungan Pendidikan

Ada beberapa langkah sederhana namun vital yang bisa dilakukan untuk meminimalisir risiko selama proyek rehab berlangsung. Kontraktor wajib menjaga area kerja tetap aman, sementara guru, siswa, dan warga sekolah juga perlu ikut berperan.

  1. Pembatasan area proyek. Pagar atau pita peringatan penting dipasang, dan semua warga sekolah harus mematuhinya.

  2. Pembersihan rutin. Material seperti paku atau serpihan jangan dibiarkan menumpuk. Guru dan siswa perlu lebih berhati-hati saat melintas.

  3. Pengaturan ruang belajar. Jika memungkinkan, kelas dipindah ke area lebih aman jauh dari proyek.

  4. Edukasi dan kewaspadaan. Guru bisa memberikan penjelasan singkat, sementara siswa diminta tidak bermain di sekitar material bangunan.

  5. Kesiapan P3K. Sekolah harus memastikan pertolongan pertama tersedia dan mudah dijangkau jika terjadi insiden kecil.

Langkah sederhana ini mungkin terdengar biasa, namun justru bisa menyelamatkan banyak orang dari risiko yang tidak perlu.

Belajar Keselamatan Sejak Dini

Di sisi lain, momen seperti ini sebenarnya bisa menjadi kesempatan emas untuk menanamkan kesadaran akan keselamatan kepada siswa. Anak-anak bisa belajar bahwa proyek pembangunan bukanlah tempat bermain, bahwa debu bisa membahayakan kesehatan, dan bahwa menjaga diri sama pentingnya dengan belajar di kelas.

Pelajaran ini akan melekat lebih kuat dibanding sekadar teori. Mereka melihat, mengalami, sekaligus berlatih langsung bagaimana bersikap hati-hati di lingkungan yang berubah.

Penutup

Rehab atap ruang kelas adalah kabar baik bagi sebuah sekolah. Namun, jangan sampai semangat memperbaiki bangunan mengabaikan keselamatan penghuninya. Ketika sekolah berubah menjadi "zona proyek", semua pihak perlu lebih waspada.

Karena pada akhirnya, proyek fisik bisa selesai dalam beberapa bulan, tetapi keselamatan anak-anak para generasi penerus bangsa adalah hal yang tidak boleh ditukar dengan kelalaian sesaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun