Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pekerjaan Rumah Tangga: Magang Abadi Tanpa Gaji

21 September 2025   06:03 Diperbarui: 21 September 2025   06:03 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret peran ganda perempuan: selain mengurus urusan rumah tangga Ia juga harus bekerja. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Dimensi Sosial dan Psikologis

Beban pekerjaan rumah tangga sebenarnya bukan hanya fisik, tapi juga mental. Pekerjaan domestik sering tidak terlihat. Kalau selesai dikerjakan, dianggap "ya memang tugasnya." Kalau tidak dikerjakan, justru baru kelihatan dan jadi sumber omelan.

Lebih parah lagi, beban ini masih banyak jatuh ke perempuan. Meski wacana kesetaraan gender sudah berkembang, kenyataan di lapangan sering tidak berubah. Perempuan bekerja di ranah publik sekaligus tetap dibebani tanggung jawab domestik. Fenomena double burden ini nyata dan melelahkan.

Jadi, kalau rumah tangga dianggap perusahaan, pekerja domestik adalah tulang punggungnya. 

Sayangnya, kontribusi sebesar ini tidak masuk hitungan GDP, tidak tercatat dalam statistik resmi, dan tidak mendapat penghargaan selayaknya.

Beban Ganda yang Tak Pernah Usai

Problem lain adalah beban ganda. Ketika perempuan bekerja di luar rumah, beban domestik tetap melekat. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan, lebih dari 70 persen pekerjaan rumah tangga masih ditanggung perempuan.

Seorang ibu bisa bekerja delapan jam di kantor, lalu pulang untuk shift kedua: memasak makan malam, mendampingi anak belajar, lalu memastikan rumah rapi sebelum tidur. Fenomena ini dianggap "kodrat", padahal sesungguhnya hasil konstruksi sosial dan budaya.

Sementara itu, laki-laki sering dipersepsikan hanya "membantu" kerja rumah. Kata "membantu" menunjukkan seolah-olah tanggung jawab utama memang milik perempuan. Selama cara pandang ini tidak berubah, beban ganda akan terus berlangsung.

Burnout Domestik yang Tak Diakui

Kerja domestik juga melahirkan burnout. Psikolog menyebutnya sebagai mental load: beban pikiran berlapis yang tak pernah selesai. Seorang ibu bisa memikirkan menu makan besok, jadwal imunisasi anak, tagihan listrik, sekaligus PR anak sekolah - semua dalam satu waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun