Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pasar Jati Mulyo: Dari Tempel Sederhana Menjadi Simpul Kehidupan 24 Jam

23 Agustus 2025   16:56 Diperbarui: 24 Agustus 2025   10:24 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar yang menjelma menjadi titik distribusi hasil bumi. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Di tepi jalan raya yang menghubungkan Bandar Lampung dan Lampung Selatan, berdiri sebuah pasar yang seolah tak pernah tidur: Pasar Jati Mulyo. Sekilas, ia tampak biasa. Lapak-lapak berjejer di pinggir jalan, payung-payung warna-warni menaungi pedagang, motor parkir sembarangan, dan interaksi pembeli dan penjual yang hangat.

Namun jika diamati lebih dekat, pasar ini bukan sekadar ruang transaksi. Ia adalah simpul kehidupan: ruang ekonomi, sosial, sekaligus budaya yang terus hidup, bahkan ketika pusat perbelanjaan modern kian menjamur.

Ulasan ini saya tulis untuk menepati janji pada artikel sebelumnya yang sudah tayang di Kompasiana (18/08/2025) dan menjadi Artikel Utama dengan judul Dari Jalan Kaki Hingga Kantong Belanja Penuh: Ritme Pagi di Pasar Way Kandis, yakni akan mengulas lebih dalam tentang pasar yang satu ini. Bagi keluarga kami, Pasar Jati Mulyo punya kedekatan tersendiri. Letaknya hanya sekitar 3 km dari rumah, atau sekitar 9 menit perjalanan dengan sepeda motor.

Dalam keseharian, kami membagi kebutuhan rumah tangga ke tiga pasar tradisional berbeda. Untuk kebutuhan mingguan, kami biasanya berbelanja di Pasar Mandiri Way Kandis. Jika ada kebutuhan mendesak yang bisa dibeli sore hingga malam hari, pilihan kami jatuh ke Pasar Jati Mulyo. Sementara untuk kebutuhan khusus seperti membeli daging segar, menggiling daging, atau menggiling kopi, kami lebih sering ke Pasar Way Halim.

Pembagian ini bukan hanya soal praktis dan hemat, tetapi juga menjadi cara sederhana kami untuk tetap mendukung perputaran ekonomi pasar tradisional agar tetap hidup. Ribet? Tidak.

Pasar yang menjelma menjadi titik distribusi hasil bumi. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Pasar yang menjelma menjadi titik distribusi hasil bumi. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Dari Tempel ke Simpul Strategis

Pasar Jati Mulyo hanya berjarak 2 km dari Pasar Mandiri Way Kandis. Meskipun berdekatan, kedua pasar ini tetap hidup, saling mendukung, dan tidak pernah ada "tawuran pasar". Justru keberadaan keduanya memperlihatkan dinamika ekonomi lokal yang unik: satu pasar tumbuh dengan konsep tradisional, sementara yang lain berkembang dengan sistem lebih modern.

Pasar Jati Mulyo dulunya hanyalah pasar tempel sederhana, tempat warga sekitar membeli kebutuhan pokok. Namun, letaknya yang strategis di jalur utama penghubung kota dan kabupaten serta dekat dengan pintu Tol Kota Baru. Hal ini membuatnya tumbuh pesat.

Kini, pasar ini bukan lagi sekadar pasar kampung. Ia telah menjelma menjadi titik distribusi hasil bumi. Setiap hari, sayuran dari Metro, Lampung Timur, dan berbagai desa lain mengalir masuk, bahkan juga dari Kabupaten Pesawaran. Hal ini saya ketahui secara tak sengaja ketika seorang teman SMP istri saya mampir ke rumah. Ia datang karena tahu Pasar Jati Mulyo dekat dengan tempat tinggal kami, dan ternyata ia kini menjadi salah satu pemasok sayuran di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun