Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Pramuka Tetap Evergreen Meski Zaman Berubah?

18 Agustus 2025   14:35 Diperbarui: 18 Agustus 2025   15:24 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan Pramuka sebagai ekstrakuriker wajib di sekolah. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Setiap 14 Agustus, ada pemandangan yang selalu bikin saya senyum: seragam cokelat, topi rimba, dan setangkai bambu yang menjulang membawa bendera. Anak-anak berbaris rapi di lapangan, para pembina memberi aba-aba, sementara yel-yel khas mengisi udara.

Momen itu selalu bikin saya teringat pengalaman sendiri di tahun 2014, saat ikut KMD (Kursus Mahir Dasar) di Secapa AD Bandung. Tidur di barak militer yang dinginnya menusuk, kemudian kemah di Camping Ground Cikole, Lembang. Malam itu gelap, hujan deras, tenda kebanjiran, pakaian basah semua. Tapi anehnya, kami tetap bahagia. Ada rasa puas, hangat, dan lega karena bisa bertahan bersama di tengah cuaca yang nggak bersahabat.

Itulah Pramuka. Untuk sebagian orang, Hari Pramuka mungkin cuma seremoni rutin. Tapi kalau kita berhenti sebentar dan lihat lebih dekat, Pramuka sebenarnya seperti “kode rahasia kehidupan”: sederhana, tapi penuh makna.

Bagi Gen Z, yang hidup di dunia digital serba cepat, Pramuka bisa jadi pengingat penting: belajar kerja sama, menghadapi tantangan, dan menikmati proses tanpa harus selalu memamerkan hasil di media sosial. Nilai-nilai itu tetap evergreen, meski zaman berubah, prinsip-prinsipnya tetap bisa jadi kompas untuk hidup yang lebih tangguh, bijak, dan menyenangkan.

Pramuka Dulu dan Kini

Seiring waktu, cara anak-anak mengikuti kegiatan Pramuka berubah. Dulu, memasak artinya menyalakan api unggun sendiri dan menyiapkan sayur, lauk, atau mi instan. Kini, anak-anak bisa “memesan” makanan lewat aplikasi online saat kemah. Dulu, tidur di tenda berarti alas seadanya, tidur di tanah atau matras tipis. Kini, beberapa kegiatan menyediakan kasur empuk dan sleeping bag modern.

Perubahan ini wajar, tapi esensi Pramuka tetap sama: belajar bertahan, mandiri, dan bekerja sama. Teknologi boleh membantu, tapi nilai-nilai dasar itu tak berubah, bisa jadi kompas hidup yang nggak lekang oleh waktu, tetap evergreen.

Apa artinya “evergreen”?
Secara harfiah, “evergreen” berarti selalu hijau, seperti pohon yang daunnya tidak pernah gugur. Dalam konteks Pramuka ini, istilah saya gunakan untuk menjelaskan bahwa Pramuka tetap relevan dan bermanfaat meski waktu berubah.

Dengan kata lain, nilai-nilai Pramuka; disiplin, kerja sama, peduli, dan mandiri tidak lekang oleh zaman. Meski cara kita berkemah, memasak, atau berinteraksi berubah, prinsip dasarnya tetap evergreen, selalu bisa dijadikan kompas hidup. Begini penjelasan saya.

1. Pramuka: Google Maps Sebelum Google Ada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun