Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Berburu Kopi di Bandara: Antara Kopi Aceh, Kenangan, dan Pelajaran

10 Agustus 2025   12:19 Diperbarui: 10 Agustus 2025   12:37 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daftar menu kopi yang disediakan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Saya memilih pembayaran menggunakan QRIS, sistem pembayaran digital buatan Indonesia yang praktis dan cepat, bahkan di bandara sekalipun. Setelah kode QR dipindai, saya langsung membayar, lalu pelayan memotret layar ponsel saya sebagai bukti transaksi, rasanya seperti sedang difoto untuk kartu anggota klub pecinta kopi hehe...

Jenis kopi yang digunakan adalah Robusta, salah satu varietas kopi yang populer di Indonesia. Robusta dikenal memiliki rasa yang lebih pahit, kadar kafein lebih tinggi daripada Arabika, dan aroma yang lebih "keras". Bagi penikmat kopi hitam seperti saya, karakter Robusta yang kuat dan sedikit kasar justru punya daya tarik tersendiri.

Sekilas Perbedaan Robusta dan Arabika

Mungkin teman-teman sudah tahu perbedaan kopi Robusta dan Arabika, namun tak ada salahnya saya bagikan kembali informasi nya biar lebih lengkap. 

Robusta: Rasa lebih pahit, kadar kafein tinggi, aroma tajam, cocok untuk campuran kopi instan atau kopi tubruk. Tahan terhadap hama, tumbuh baik di dataran rendah.

Arabika: Rasa lebih halus, tingkat keasaman lebih tinggi, aromanya kompleks dan lembut. Biasanya tumbuh di dataran tinggi dengan perawatan khusus.

Nah, di kedai itu sebenarnya ada banyak pilihan kopi: Aceh, Bali, Lampung, Bogor, Toraja, hingga Jawa. Namun saya tidak memilih kopi Lampung, meski berasal dari daerah yang juga punya kopi unggulan. Entah kenapa, hari itu hati saya tertuju pada kopi Aceh, mungkin karena kenangan lama yang belum pudar.

Daftar menu kopi yang disediakan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Daftar menu kopi yang disediakan. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Saya memilih kopi Aceh bukan tanpa alasan. Dulu, di seberang Transmart Lampung, ada kuliner yang menjual kopi Gayo khas Aceh. Rasanya nendang, pekat, harum, dan meninggalkan jejak rasa yang dalam di lidah.

Namun tidak semua kenangan tentang kopi Aceh itu manis. Saya teringat mbah saya yang paru-parunya kotor dan akhirnya terkena komplikasi penyakit lain. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan minum kopi sachet terlalu sering. Akhirnya beliau harus menjalani pengobatan, baik di rumah sakit maupun secara tradisional. Pengalaman itu membuat saya berhati-hati: kopi boleh dinikmati, tapi tetap harus bijak.

Setelah mendapatkan kopi, saya kembali masuk ke ruang tunggu di Gate A1. Duduk di kursi dekat jendela, saya mulai menyeruput kopi sambil membuka laptop. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun