"Saya merasa miris ketika melihat anak-anak kecil tumbuh tanpa mengenal bahasa ibu mereka. Di kampung yang dulunya penuh dengan suara khas bahasa daerah, kini yang terdengar hanyalah bahasa Indonesia baku."
Bukan berarti bahasa Indonesia salah. Ini adalah bahasa pemersatu bangsa. Namun ada bahaya yang mengintai: punahnya bahasa ibu yang menjadi identitas dan akar budaya kita.
Bahasa yang Hilang, Budaya yang Tergerus
Bahasa bukan hanya kumpulan kata. Ia adalah warisan yang menyimpan nilai, cara berpikir, bahkan identitas suatu bangsa. Menurut UNESCO, setiap dua minggu sekali ada satu bahasa di dunia yang punah. Di Indonesia sendiri, dari sekitar 700 bahasa daerah, puluhan di antaranya kini berstatus kritis, hanya digunakan oleh segelintir orang tua di desa-desa terpencil.
Yang ironis, di banyak kampung, orang tua masih terbata-bata menggunakan bahasa Indonesia. Namun karena terpapar modernisasi, mereka merasa “wah” jika anaknya mahir berbahasa Indonesia sejak kecil. Tanpa sadar, mereka lebih bangga ketika anak-anaknya berbahasa Indonesia, dan menganggap bahasa daerah tidak penting lagi.
Saya pernah menyaksikan sendiri fenomena ini. Saat pulang ke kampung halaman, saya melihat pemandangan yang menyayat hati: seorang nenek berusia 70 tahun mencoba berbicara dengan cucunya dalam bahasa daerah. Namun sang cucu hanya menjawab dengan bahasa Indonesia. Nenek itu tersenyum kecil, tapi sorot matanya tampak sayu. Seolah ia sadar, bahasa yang menjadi napas hidupnya kini tinggal menunggu waktu untuk dilupakan.
Jika bahasa hilang, maka lagu-lagu daerah, cerita rakyat, pepatah bijak, hingga doa adat yang diwariskan turun-temurun juga ikut menghilang. Kita bukan hanya kehilangan kata-kata, tapi juga kehilangan sejarah, filosofi, dan cara pandang hidup yang membentuk jati diri bangsa.
Kisah Nyata: Bahasa Ibu Bukan Penghalang
Saya punya seorang kakak yang dulu meminta saya memberikan nama untuk anaknya. Tentu saya sangat senang dimintai kehormatan itu. Namun ada satu syarat yang saya berikan: anaknya tidak boleh menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.
Bukan karena saya anti bahasa Indonesia, tetapi demi mempertahankan bahasa ibu itu sendiri.