Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Centang Biru Kompasiana: Tantangan, Penghargaan, atau Jebakan Ego?

5 Agustus 2025   12:11 Diperbarui: 5 Agustus 2025   12:15 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan Layar halaman kompasiana dengan notifikasi. (Sumber: Dok.Pribadi/Tupari)

Hari ini (05/08) ketika membuka halaman profil kompasiana saya, saya mendapatkan sebuah notifikasi pendek. Hanya dua kalimat, tetapi cukup membuat saya duduk lebih lama di depan layar laptop.

"Buat 5 Konten Headline lagi untuk raih kesempatan menjadi Kompasianer Terverifikasi!
Pastikan kolom media sosial di profil anda sudah diisi dengan lengkap. Jika belum, maka verifikasi tidak dapat dilakukan. Baca info tentang Akun Terverifikasi di sini"

Notifikasi sederhana. Namun, rasanya seperti tepukan di pundak yang hangat, sekaligus tamparan kecil yang mengusik. Saya tidak tahu apakah ini kabar gembira, panggilan untuk lebih serius, atau sebuah jebakan ego yang pelan-pelan menjerat para penulis di platform ini.

Sejak 3 Juni 2025, saya mendaftar di Kompasiana dengan niat yang sangat sederhana: ingin menulis dan berbagi. Tanggal 10 Juni saya mulai menulis. Artikel yang pertama berjudul: 5 Kesalahan Umum Saat Pilih Sekolah & Cara Menghindarinya.

Hari-hari pertama, tulisan saya tidak banyak dibaca. Satu dua komentar yang muncul pun lebih banyak basa-basi. Tetapi entah bagaimana, saya merasa nyaman berada di sini. Ada semacam iklim persaudaraan di antara orang-orang yang sama-sama percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah.

Saya tidak menghitung seberapa banyak tulisan saya sejak awal, sampai akhirnya hari ini saya membuka profil dan menemukan angka itu: 104 artikel. Dari jumlah itu, 15 kali tulisan saya menjadi headline. Mungkin bagi sebagian orang, angka ini biasa saja. Tapi bagi saya, seorang guru yang menulis di sela-sela waktu mengajar, itu sebuah pencapaian yang tidak kecil.

Namun, notifikasi itu membuat saya merenung lebih dalam: apakah saya menulis hanya untuk mendapatkan centang biru? Apakah saya sedang menikmati proses atau tanpa sadar mengejar validasi?

Ketika Menulis Menjadi Lintasan Maraton

Menulis di Kompasiana, bagi saya, adalah lintasan maraton yang panjang. Kita tidak hanya bersaing dengan ribuan penulis lain yang setiap hari memproduksi konten berkualitas, tetapi juga dengan ego kita sendiri. Ego yang ingin diakui. Ego yang ingin di-notice. Ego yang ingin diberi lencana, poin, dan status "terverifikasi."

Saya ingat tulisan pertama saya yang menjadi headline. Rasanya luar biasa. Ada rasa bangga, campur sedikit tidak percaya diri. Saya bertanya-tanya, "Apa benar tulisan saya layak dibaca lebih banyak orang?" Tetapi lama-lama, ada godaan baru: bagaimana caranya agar tulisan berikutnya juga headline? Bagaimana supaya artikel saya selalu di atas, lebih viral, lebih disukai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun