Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanda Tangan Raport: Validasi Orang Tua atau Formalitas Belaka?

16 Juli 2025   09:34 Diperbarui: 16 Juli 2025   05:25 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak Meminta Tanda Tangan Raport. Sumber: Dokumen Pribadi/Dibuat dengan AI

Tanda Tangan Raport: Validasi Orang Tua atau Formalitas Belaka?

"Pa, udah di tanda tangani belum raportku? Kalau belum tanda tangan dulu ya raportnya, mau tak kumpul."
Kalimat itu meluncur ringan dari anak saya suatu pagi ketika ia mau berangkat ke sekolah. Sejenak saya terdiam. Lalu dengan sigap saya mengambil pena dan menandatangani raportnya. Sebenarnya, bukan karena saya sudah membacanya, tapi karena buru-buru. Setelah pembagian raport waktu itu, saya memang sudah melihat raport itu. Namun, baru saya sadar bahwa ada yang ganjil dalam proses ini.

Kita, para orang tua, seringkali hanya menjadi 'penandatangan' tanpa menjadi 'pembaca' yang sungguh-sungguh dari capaian anak kita di sekolah. Raport bukan hanya selembar kertas berisi angka dan huruf, ia adalah cermin dari proses panjang pembelajaran, perjuangan, dan dinamika batin anak-anak kita. Tapi mengapa momen penting ini sering kali hanya berakhir di tanda tangan formalitas?

Raport yang Terlambat Diperiksa

Kebiasaan umum yang terjadi: raport dibuka setelah dibagikan pada hari pembagian raport, lalu ditinggalkan begitu saja. Baru ketika anak akan mengumpulkan kembali, kita diminta untuk membubuhkan tanda tangan. Seolah cukup satu tanda tangan untuk mewakili seluruh keterlibatan emosional, intelektual, dan moral kita dalam pendidikan mereka.

Apakah ini yang kita sebut validasi?

Validasi Sejati: Membaca dengan Hati

Tanda tangan seharusnya bukan hanya simbol administratif, tetapi tanda bahwa kita telah membaca, memahami, dan memberikan perhatian terhadap hasil belajar anak. Lebih dari itu, ia adalah bentuk pengakuan dan afirmasi: "Ayah dan Ibu melihat usahamu, Nak."

Di Raport Terdapat Catatan dari Wali Kelas tentang Perkembangan Anak. Sumber: Dokumen Pribadi/Tupari
Di Raport Terdapat Catatan dari Wali Kelas tentang Perkembangan Anak. Sumber: Dokumen Pribadi/Tupari

Sebenarnya, validasi sejati adalah saat kita duduk bersama anak, membicarakan prosesnya. Dengan hangat kita bisa menanyakan Apa pelajaran yang paling kamu sukai semester ini? Jika ada nilai menurun bisa ditanyakan: mengapa nilai pelajaran ini menurun? Apa tantanganmu di sekolah? Apakah kamu butuh bantuan, atau kamu sudah menemukan solusimu sendiri? Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan dengan tanpa menghakimi dan menyalahkan.

Pertanyaan-pertanyaan itu lebih bernilai dari sekadar tanda tangan. Ia menumbuhkan kepercayaan, membangun komunikasi, dan yang terpenting, memperkuat hubungan emosional. Ini juga untuk menemukan akar permasalahan jika ada yang menurun dari prestasi belajarnya dan anak memerlukan solusi serta bantuan langsung dari orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun