Solusinya edukasi teknis harus ditingkatkan. Produsen juga perlu transparan soal garansi baterai (banyak yang sudah 8 - 10) dan menyediakan semacam battery as a service supaya pengguna tidak harus membeli baterai secara penuh.
4. Bengkel dan Teknisi Mobil Listrik Masih Terbatas
Mobil listrik bukan sekadar ganti mesin, tapi ganti ekosistem. Banyak pengguna bertanya: kalau rusak, bawa ke mana? Apakah montir bengkel biasa bisa menangani? Â
Pemilik mobil BBM terbiasa dengan bengkel di setiap tikungan. Tapi pemilik mobil listrik? Masih bergantung pada bengkel resmi dengan jumlah terbatas. Belum ada rasa aman jangka panjang.
Solusinya Produsen bisa berkolaborasi dengan lembaga vokasi untuk mencetak teknisi mobil listrik yang bersertifikat. Juga perluasan jaringan resmi di berbagai daerah. Ini juga mencakup layanan purna jual.
5. Emosi dan Budaya: Mobil Bensin Sudah Jadi Gaya HidupÂ
Saya masih mencintai suara mesin, gas yang menderu, dan aroma bensin. Mobil listrik terlalu sunyi untuk dianggap "bertenaga", terutama bagi penyuka otomotif klasik.Â
Untuk sebagian orang, suara mesin, sensasi torsi manual, hingga aroma bensin adalah bagian dari "jiwa berkendara". Mobil listrik yang senyap dan serba digital terasa terlalu "asing". Apalagi di kalangan pecinta otomotif konvensional, mobil listrik dianggap "kurang greget".
Solusinya, percepatan produksi, penguatan regulasi, dan edukasi sistemik ke masyarakat.
Lalu, Apa yang Dibutuhkan Agar Bisa Move (BBM) On?
Penyetaraan harga mobil supaya setara mobil konvensional entry-level
Penyediaan SPKLU di setiap SPBU, rest area, bahkan kompleks perumahan
Edukasi besar-besaran dan jujur tentang biaya jangka panjang
Model pembiayaan fleksibel dan skema tukar tambah mobil bensin
Jaminan purna jual, layanan servis, dan garansi baterai