Membaca Dhammapada bukan hanya membuka halaman kitab yang tebal, tapi seperti membuka cermin yang menghadap ke dalam diri- dan menanyakan: "Apakah aku masih di jalur yang benar?"
Dari Membaca Menjadi Menulis Ulang Hidup
Setiap syair Dhammapada adalah seperti kunci. Kunci untuk membuka pintu keputusan: apakah hari ini kita memilih untuk marah, atau memaafkan? Untuk serakah, atau berbagi? Untuk hidup tergesa-gesa, atau berjalan penuh kesadaran? Untuk membenci, atau mencintai?
Ketika kita membaca Dhammapada bersama, secara kolektif mengkondisikan hal baik. Kita sebetulnya menulis ulang arah masa depan kita bersama. Masa depan yang lebih tenang, penuh welas asih, dan tidak saling menyakiti.
Bukan hanya masa depan umat Buddha. Tapi masa depan umat manusia, nusa dan bangsa Indonesia.
Dhammapada untuk Generasi Hari Ini
Selain menulis ulang hidup, ini juga bagian yang paling penting. Dhammapada ini perlu diwariskan ke generasi muda. Saat dunia begitu cepat berubah, dan generasi muda kerap merasa kehilangan arah, mungkin yang kita perlukan bukan selalu solusi baru---tapi kebijaksanaan lama yang abadi.
Mengajarkan Dhammapada kepada generasi muda bukan hanya soal ajaran moral, tapi soal membentuk manusia yang utuh, jujur, dan tidak mudah goyah. Manusia yang mampu hidup bijaksana dan beradab bahkan ketika dunia sekitar tidak demikian.
Satu Syair, Satu Transformasi
Terkadang, kita tidak butuh ratusan kutipan syair bijak untuk berubah. Satu syair saja cukup- asalkan dihayati dan pratikkan dengan sepenuh hati dan kesadaran.Â
"Dengan pikiran yang tenang, ia menikmati Dhamma."
(Dhammapada, 23)