Membaca Dhammapada, Menulis Ulang Masa Depan
Hari ini, Minggu 15 Juni 2025 menjadi moment yang sangat penting bagi Umat Buddha di seluruh Indonesia. Ribuan umat Buddha dari berbagai penjuru Indonesia duduk hening dalam satu frekuensi batin, membacakan syair-syair Dhammapada secara serentak. Sebuah pemandangan yang tak hanya menggetarkan, mengharukan, tetapi juga menyatukan. Meskipun dilaksanakan hybrid, namun suasana religius sangat terasa.
Saya tidak membahas tentang bagaimana kegiatan yang dilakukan hari ini seperti apa, namun dari sudut pandang lain sekedar untuk menorehkan apa yang saya rasakan.Â
Menurut saya, kegiatan membaca 423 syair suci Dhammapada bukan sekadar kegiatan untuk memecahkan rekor MURI. Lebih dari itu, ini adalah peristiwa spiritual---sebuah pernyataan bersama bahwa dalam dunia yang penuh guncangan, kita masih punya jalan pulang: jalan kebajikan, jalan kesadaran, jalan Dhamma.
Dhammapada: Kata Bijak dari Zaman yang Tak Pernah Usang
Dhammapada merupakan salah satu kitab suci populer dalam agama Buddha. Berisi 423 syair yang terbai dalam 26 Bab (Vagga) dan merupakan bagian dari Kitab Suci Sutta Pitaka. Dhammapada bukan buku motivasi biasa. Ini adalah kumpulan syair langsung dari ajaran Sang Buddha yang telah hidup lebih dari dua milenia. Namun anehnya, justru makin tua, maknanya makin terasa baru.
Coba simak syair ini:
"Pikiran mendahului semua keadaan. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran yang jahat, penderitaan akan mengikutinya..."
(Dhammapada, 1)
Bukankah ini terasa sangat relevan ketika kita melihat dunia media sosial yang gaduh dengan amarah, fitnah, dan komentar kasar?