Mohon tunggu...
Tulus Barker Naibaho
Tulus Barker Naibaho Mohon Tunggu... Keliling Indonesia -

Traveller. Bercita-cita menjadi penulis dan menetap di London. IG @tulus182 youtube.com/tuluss182

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menentang Sebuah Sistem Koloni dalam Pernikahan Suku Batak Toba

8 Juli 2017   09:36 Diperbarui: 8 Juli 2017   10:11 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan suku batak toba/sumber : ig @wendiambarita

Tapi nyatanya TUHAN berkehendak lain, dan Cinta memang buta. Singkat cerita lagi,akhirnya mereka menikah di kampung halaman lelaki Kupang itu.

Temanku menunjukkan foto pernikahan mereka. Cahaya kebahagiaan terpancar dari senyum manis Bunga di foto itu. Namun ironisnya, orangtua Bunga tidak ada di pernikahan itu. Mereka tetap menolak dan tidak merestui pernikahan Bunga dengan lelaki antah berantah dari Kupang.

Aku mencoba membayangkan bagaimana sakitnya jika orangtua tidak hadir di pernikahan anaknya. Si anak tentu akan bersedih, terlepas dari senyuman kebahagiaan atas janji suci untuk sehidup semati.

Itulah yang mungkin dirasakan Bunga. Hatinya bergejolak tatkala mereka berdua berjalan pelan menuju altar Gereja. Bibir manisnya getir mengucapkan janji suci di depan TUHAN.

Kenyataan pahit yang harus diterima Bunga adalah di hari bahagianya yang hanya terjadi sekali dalam seumur hidupnya, yaitu pernikahan, dan di saat itu pula, saat ia menoleh ke seliling jemaat gereja, orangtua dan saudara lelakinya tidak hadir.

Untuk perasaan orangtua Bunga dan juga saudara lelakinya mungkin aku sedikit mengerti. Orangtua Bunga dan juga saudara lelakinya tentulah sangat bersedih. Merelakan anak wanitanya untuk dipinang lelaki bukan Batak adalah sesuatu yang berat untuk diterima.

Orangtua manapun di dunia ini tentulah ingin menikahkan anaknya. Apalagi orangtua dari keluarga Batak. Menikahkan seorang anak adalah kebanggan dan kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Seluruh orangtua Batak manapun akan bersedih jika tidsk bisa hadir di pesta pernikahsn anaknya.

Untuk kasus Bunga, selain anak perempuan di keluarganya, dia juga anak pertama. Anak pertama perempuan di keluarga batak sangat sangat sangat berharga. Dialah "Boru Panggoaran, Anak Panggoaran, dan juga Boru Buhabaju". Dialah kebanggaan di keluarganya, harta yang sangat berharga, dan mutiara di keluarganya. Betapa sedih orangtua Bunga, yang sudah membesarkannya, mendidiknya, mengenalkannya pada adat istiadat suku Batak Toba, dan juga agama, akhirnya mendapati sebuah kenyataan pahit bahwa anak perempuan kesayangannya, harta terindah di keluarganya, harus menikah dengan orang lain, orang dari Kupang, dan bukan orang Batak.

Kutatap tajam foto itu. Aku mencoba mereka-reka kenapa Bunga sampai begitu berani memutuskan pernikahan yang ditentang keluarganya. Sejujurnya aku enggan menghakimi Bunga. Tidsk ada satu orangpun yang berhak menilai buruk keputusannya.

Toh seagama, dipersatukan dalam agama yang sama. Tidak ada masalah sebetulnya untuk urusan keyakinan. Tapi budaya dan adat istiadat?

Memang Bunga tidak pernah meminta untuk lahir di keluaga Batak. Dia pun tidak pernah memaksaksn diri untuk mencintai lelaki Kupang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun