Di zaman ketika cinta bisa di-swipe ke kiri atau kanan, hubungan terasa seperti algoritma: cepat, instan, tapi sering macet di tengah jalan.
Foto bisa bikin orang jatuh hati, tapi percakapan satu menit kemudian bisa bikin ilfeel.
Maka, izinkan saya memberi saran yang agak nyeleneh tapi sebenarnya serius:
kalau mau cari jodoh, carilah di antara para kompasianer.
Ya, para penulis di Kompasiana itu mungkin tidak semuanya good-looking, tapi mereka punya sesuatu yang lebih langka dari wajah cantik atau tampan, yaitu pikiran yang hidup, empati yang nyata, dan hati yang tahu bagaimana merangkai makna.
Reflektif, Bukan Reaktif
Kompasianer terbiasa berpikir sebelum menulis. Artinya, mereka juga cenderung berpikir sebelum bertindak.
Mereka tahu cara memilih kata, menempatkan tanda baca, dan menyusun makna. Dan siapa tahu, kemampuan itu juga berlaku dalam hubungan: tahu kapan harus berhenti, kapan melanjutkan, dan kapan menulis ulang.
Pasangan yang reflektif bukan cuma pendengar yang baik, tapi juga pengingat yang lembut, seperti kalimat yang disunting dengan hati-hati.
Pandai Mengungkapkan Diri
Dalam dunia penuh kode dan pesan singkat, kompasianer unggul satu langkah: mereka tahu cara mengungkapkan isi hati dengan kalimat utuh.
Mereka terbiasa menyampaikan pikiran dengan jelas tanpa harus meninggikan suara.
Mereka menulis bukan untuk pamer, tapi untuk memahami.
Dan jujur saja, lebih baik punya pasangan yang menulis artikel reflektif ketimbang yang cuma kirim chat "terserah."