Kita semua sepakat, negeri ini indah sekaligus pelik. Ia punya seribu wajah: wajah yang tersenyum di tengah pesta demokrasi, wajah yang muram di balik ketidakadilan, wajah yang lelah menanggung beban utang dan janji politik yang tak selalu ditepati. Di tengah semua itu, kita sering bertanya: apa yang bisa kita lakukan?
Sebagian orang memilih diam. Sebagian lagi sibuk mencari hiburan agar tak terlalu pusing memikirkan nasib bangsa. Tetapi kita, para Kompasianer, punya satu hal yang tidak semua orang miliki: pena. Pena yang tidak hanya menuliskan cerita, tetapi juga bisa menggoreskan arah.
Mungkin kita tidak duduk di kursi kekuasaan. Mungkin kita tidak punya jabatan untuk mengubah kebijakan. Tetapi jangan salah, sebuah tulisan jujur bisa lebih bergaung daripada seribu pidato kosong. Tulisan mampu menembus batas, menyapa hati, dan menyalakan kesadaran.
Saya ingin mengajak kita semua, wahai Kompasianer, untuk sekali-sekali menajamkan pena kita.
Mari gunakan tulisan bukan hanya sebagai wadah nostalgia, bukan hanya catatan perjalanan, bukan hanya cermin diri, melainkan juga suara bagi negeri ini. Tentu saja tidak perlu selalu serius, tidak harus penuh data dan teori. Cukup jujur, cukup tulus, dan cukup berani.
Pikirkanlah: apa jadinya jika setiap Kompasianer, dengan ribuan jumlahnya, menuliskan satu gagasan, satu kritik, atau satu doa untuk negeri ini?
Satu demi satu tulisan itu akan membentuk mozaik besar yang tak bisa diabaikan. Sebuah mozaik yang menunjukkan bahwa rakyat masih peduli, bahwa suara hati masih hidup, bahwa pena masih lebih tajam dari pedang.
Negeri ini tidak hanya butuh orang-orang yang duduk di kursi kuasa, tapi juga butuh warga yang bersuara. Dan suara itu bisa lahir dari ujung pena kita.
Maka, wahai Kompasianer, mari kita bersama-sama tidak sekadar menjadi penonton. Jangan biarkan bangsa ini diarahkan semata oleh mereka yang berteriak paling keras di panggung politik. Kita pun bisa, lewat tulisan. Kita pun punya tanggung jawab moral untuk itu.
Sekali-sekali tajamkan pena, demi negeri tercinta. Karena perubahan besar sering kali lahir dari kata-kata kecil yang ditulis dengan keberanian besar.***