Di sisi lain, Malaysia, sebagai negara pantai, menarik garis pangkal dari daratan Sabah, yang juga mengklaim wilayah tersebut.
2. Perang Narasi lewat Nama: Sengketa ini juga merupakan pertarungan narasi yang dimulai dari nama. Indonesia menggunakan istilah "Blok Ambalat" untuk menegaskan klaim kedaulatan atas wilayah konsesi migas.
Sebaliknya, Malaysia menolak istilah itu dan lebih memilih "Laut Sulawesi" untuk membingkai wilayah ini sebagai perairan yang statusnya belum final.
3. Kepentingan Pihak Ketiga:Â Pihak ketiga, terutama perusahaan migas multinasional, memiliki kepentingan ekonomi di sini. Baik Indonesia maupun Malaysia telah memberikan konsesi eksplorasi, membuat perusahaan-perusahaan ini secara tidak langsung menjadi bagian dari sengketa.
Ambalat Bukan Sipadan-Ligitan Kedua: Mengapa Kita Lebih Kuat?
Kesalahan di Sipadan dan Ligitan menjadi cambuk yang membangunkan kita.Â
Berikut adalah alasan mengapa kasus Ambalat tidak akan sama atau tidak boleh sama:
1. Landasan Hukum yang Tak Terbantahkan: Sengketa Sipadan-Ligitan adalah kasus kepemilikan pulau yang rumit, di mana ICJ memberikan kemenangan pada Malaysia karena "pengelolaan efektif" (seperti kegiatan konservasi). Ambalat berbeda. Ini adalah sengketa dasar laut yang landasan hukumnya jauh lebih jelas, yaitu UNCLOS 1982. Klaim sepihak Malaysia dari peta 1979 tidak sejalan dengan prinsip UNCLOS.
2. Kesiapan dan Kehadiran di Lapangan: Dulu kita dianggap lalai. Sekarang, kita tidak bisa lagi dituduh pasif. Patroli intensif TNI Angkatan Laut dan pemberian konsesi eksplorasi kepada perusahaan migas adalah bukti nyata bahwa kita hadir dan menguasai wilayah tersebut.
3. Ancaman Kerugian yang Lebih Besar: Kekalahan Ambalat bukan hanya soal harga diri, tapi juga soal kerugian ekonomi fantastis yang bisa mengancam ketahanan energi nasional. Lebih dari itu, kekalahan ini akan menjadi preseden buruk yang membuka pintu bagi klaim-klaim nekat lainnya di perbatasan.
Solusi Bukan Berarti Mengalah
Pemerintah Indonesia saat ini menjalankan strategi yang matang dan tegas: diplomasi kuat yang didukung kekuatan militer. Ini bukan berarti kita mencari konflik, melainkan kita siap untuk menghadapinya.
1. Negosiasi Bilateral: Pilihan utama tetap negosiasi langsung. Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang beradab, tetapi tidak bisa ditipu.