Dalam setiap permainan, ada aturan dasar, lawan yang jelas, dan pada akhirnya, pemenang. Selama bertahun-tahun, panggung politik Indonesia juga mengikuti aturan ini: ada pemerintah, dan ada oposisi.
Namun, di babak awal pemerintahan baru, sebuah peristiwa langka terjadi. Permainan itu tidak berakhir dengan checkmate atau kemenangan telak, melainkan dengan tombol reset yang ditekan oleh salah satu pemain utama.
Peristiwa pemberian amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto adalah langkah pembuka yang mengejutkan. Ini bukan sekadar pengampunan hukum, melainkan sebuah sinyal politik yang paling jelas dari Presiden Prabowo Subianto.
Amnesti itu adalah sebuah tawaran, sebuah pertanyaan kepada kubu lawan: "Apakah Anda ingin mengakhiri permainan lama ini?"
Pertanyaan itu akhirnya terjawab, bukan oleh Hasto, melainkan oleh pemimpin tertinggi partai tersebut.
Tombol Reset Ditekan: Game Over Oposisi
Ketika Megawati Soekarnoputri secara tegas menginstruksikan seluruh kader PDI Perjuangan untuk mendukung pemerintahan, itu adalah momen "Game Over" yang sebenarnya.
Itu bukan lagi sekadar spekulasi rekonsiliasi, melainkan konfirmasi resmi bahwa kekuatan politik terbesar di luar koalisi pemerintah telah memilih untuk menghentikan perannya sebagai oposisi formal.
Keputusan ini mengakhiri sebuah era. Oposisi, sebagai fungsi struktural dalam politik, yang bertugas mengawasi, mengkritik, dan menyeimbangkan kekuasaan, kini secara efektif tiada.Â
Dinamika yang selama ini mewarnai politik: pertarungan ideologi, perdebatan kebijakan yang sengit, dan kritik tajam, tiba-tiba berakhir. Papan catur politik kini bersih dari bidak-bidak yang berlawanan.
Skenario ini secara sempurna memvalidasi analisis kita: amnesti bagi Hasto bukanlah akhir dari sebuah kasus hukum, melainkan bagian dari sebuah "desain" politik yang lebih besar. Proses hukumnya hanyalah "drama" yang diciptakan untuk memfasilitasi "rekonsiliasi" politik yang pada akhirnya menghasilkan sebuah pemerintahan yang masif dan hampir tanpa lawan.
Memulai Permainan Baru: Apa yang Berakhir, Apa yang Dimulai?
Permainan politik memang tidak berhenti. Yang berakhir hanyalah aturan lama. Kini, Indonesia memulai sebuah permainan baru dengan aturan yang berbeda:
- Hilangnya Mekanisme Checks and Balances: Tanpa oposisi yang kuat, siapa yang akan mengawasi pemerintah? Siapa yang akan menyediakan alternatif pandangan yang kritis? Risiko terbesar adalah parlemen yang menjadi "stempel karet" dan pemerintah yang minim pengawasan publik.
- Pentingnya Suara Alternatif: Di era "oposisi game over," peran pengawasan harus diambil alih oleh kekuatan lain. Masyarakat sipil, akademisi, media, bahkan faksi-faksi kecil di dalam koalisi, kini memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar untuk menyuarakan kritik dan menjaga akuntabilitas.
- Pelajaran dari Permainan Lama: Skenario ini mengajarkan kita bahwa dalam politik, kekuasaan tertinggi bukan hanya berada di kotak suara, melainkan juga pada kemampuan untuk mengendalikan narasi, memanfaatkan kelemahan sistem, dan mengakhiri permainan dengan syarat sendiri.
Akhirnya, dengan papan catur yang kini terisi oleh pemain yang hampir sama, pertanyaan besar muncul: Apakah permainan baru ini, yang diwarnai oleh stabilitas dan konsensus, akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik? Atau, apakah ia hanya akan menutupi kekurangan, tanpa adanya suara oposisi yang mengingatkan kita bahwa setiap kekuasaan tetap harus dikendalikan?***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI