Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis

Pegiat Literasi Politik Domestik | Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengapa Internet di Indonesia Masih Terasa Mahal?

13 Juli 2025   10:09 Diperbarui: 13 Juli 2025   10:09 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuota internet | Sumber gambar: KOMPAS.Com/ Cable UK

Dulu, kita hanya beli pulsa untuk nelpon dan SMS. Sesederhana itu. Kini, pulsa sudah berevolusi menjadi kuota internet, dan harganya tak jarang bikin kita berpikir dua kali sebelum menekan tombol "beli paket".

Di tengah gaya hidup digital yang makin tak terpisahkan, internet telah menjadi kebutuhan pokok, layaknya listrik dan air.

Dari rapat daring di kantor, kelas online anak, hingga hiburan malam lewat streaming drama Korea, semua bertumpu pada koneksi internet.

Namun satu hal yang tetap mengganjal: kenapa masih terasa mahal? Apakah ini soal persepsi, atau memang ada alasan kuat di balik harga yang kita bayar setiap bulan?

Mari kita telusuri lebih dalam: apa yang membuat harga internet di Indonesia terasa berat di kantong, dan apakah suatu hari kita bisa menikmati koneksi yang lebih murah, atau bahkan gratis?

Transformasi Komunikasi: Dari SMS ke Samudra Data

Di masa kejayaan pulsa, komunikasi berarti pesan teks dan panggilan suara. Konsumsi datanya minim, biayanya pun sederhana.

Sekarang? Kita melakukan video call HD, membagikan foto dan video resolusi tinggi, menonton live streaming, hingga bekerja kolaboratif secara daring.

Semua itu menuntut kapasitas jaringan besar dan infrastruktur yang canggih. Maka, wajar bila kuota hari ini tak bisa dibandingkan dengan pulsa era dulu.

Mengapa Internet Terasa Mahal? Ini Sebabnya

  • Beban Regulasi dan Spektrum Mahal
    Operator membayar lisensi frekuensi yang sangat mahal demi hak mengoperasikan jaringan, terutama untuk teknologi seperti 4G dan 5G. Ditambah kewajiban Universal Service Obligation (USO), operator harus membiayai pemerataan jaringan di wilayah 3T. Beban ini akhirnya ikut dihitung dalam harga yang dibayar konsumen.
  • Geografi yang Menantang, Infrastruktur yang Mahal
    Indonesia bukan satu pulau, tapi ribuan. Membangun jaringan berarti menggelar kabel optik menembus hutan, laut, gunung, dan mendirikan menara BTS di lokasi terpencil. Setiap meter kabel dan menara adalah investasi miliaran rupiah yang tak mudah kembali modal.
  • Kualitas Butuh Biaya
    Semakin cepat dan stabil jaringannya, semakin mahal biaya pemeliharaannya. Operator yang mengandalkan teknologi mutakhir dan cakupan luas tentu menanggung ongkos lebih tinggi, yang pada akhirnya ikut ditanggung pengguna.
  • Pajak dan OTT (Over-The-Top)
    Kenaikan PPN ikut menambah beban biaya. Di sisi lain, layanan OTT seperti YouTube, TikTok, dan Netflix menggunakan infrastruktur operator tanpa membayar biaya pemeliharaan. Hal ini menjadi tantangan tambahan dalam menjaga kelangsungan bisnis operator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun