Mereka, warga Kembayan, Bonti, Jangkang, dan sekitarnya, adalah penyumbang sah bagi pundi-pundi negara. Namun mengapa hak dasar mereka atas infrastruktur layak seolah diabaikan?
Bukankah pajak adalah jembatan antara rakyat dan pembangunan?
Dana Menguap, Derita Mereka Berulang: Kronik Janji Palsu
Kondisi jalur ini bukanlah 'musibah' mendadak bagi mereka. Ini adalah warisan pahit yang diturunkan dari tahun ke tahun. Sebagai jalan provinsi, tanggung jawabnya jelas berada di pundak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Namun, setiap musim, cerita lama terulang: janji perbaikan, alokasi anggaran yang fantastis, lalu kembali pada kerusakan yang sama, atau bahkan lebih parah.
Coba kita intip "jejak investasi" yang misterius ini:
- Tahun 2020: Sekitar Rp3,4 miliar konon digelontorkan untuk perbaikan ruas Kedukul--Balai Sebut.
- Tahun 2022: Menyusul, Rp7 miliar lebih untuk ruas Kembayan--Balai Sebut.
- Tahun 2023: Puncaknya, ada kabar fantastis Rp18 miliar lebih dianggarkan dari APBD Provinsi. Tapi hingga kini, pengerjaan masih abu-abu, seolah terperangkap dalam labirin birokrasi dan tender yang tak transparan.
- Tahun 2025: Laporan terakhir menyebut proyek serupa senilai Rp19 miliar di ruas Balai Sebut--Balai Sepuak kembali rusak parah tak lama setelah selesai.
Ini bukan lagi soal jalan. Ini tentang pemborosan uang rakyat, kualitas pekerjaan yang dipertanyakan, dan akuntabilitas yang hilang!
Apakah puluhan miliar dana pajak rakyat itu hanya menjadi angka di atas kertas, atau justru mengalir ke kantong yang salah, meninggalkan mereka dengan debu dan lumpur sebagai satu-satunya bukti?