Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menakar Peluang Sandiaga Susul Prabowo Gantikan Edhy Prabowo di Kabinet

27 November 2020   06:36 Diperbarui: 27 November 2020   10:59 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan mantan Ketua Umum HIPMI Sandiaga Uno (kiri) sebelum menghadiri acara pelantikan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) periode 2019-2022 di Jakarta, Rabu (15/1/2020). Pelantikan BPP HIPMI periode 2019-2022 mengusung tema "Peningkatan Kualitas SDM Pengusaha Muda Indonesia dalam Menyambut Era Bonus Demografi" | KOMPAS.com (ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay)

Patut dipahami bahwa setelah Edhy Prabowo ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap perizinan ekspor benih lobster atau benur oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11/2020) lalu, komposisi kabinet pemerintahan menjadi terganggu.

Karena berstatus tersangka dan harus fokus menjalani proses hukum, akhirnya di hari yang sama Edhy menyatakan mundur dari jabatan menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), selain posisi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra juga demikian.

Maka artinya, kursi Menteri KKP lowong, meski saat ini tengah diisi oleh Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan (Menteri KKP Ad Interim). Kapan menteri baru dipilih untuk dilantik, dan siapakah dia? Kedua pertanyaan ini, yang berhak menjawab hanya Presiden Joko Widodo.

Walaupun begitu, agaknya tidak salah jika saya (bersama publik) sedikit menerka, siapakah sosok pengganti Edhy. Dan tentunya, kapasitas serta kapabilitas sosok itu mestinya lebih baik dari Edhy.

Namun sebelum diterka, ada baiknya kita berangkat dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sekarang ini. Maksudnya, belum tentu dalam waktu dekat pengganti Edhy ditemukan dan ditentukan.

Di samping Presiden Jokowi yang harus menimbang segala macam, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pun butuh kesempatan untuk merenung, berdiskusi, dan sebagainya. Kasus yang menimpa Edhy merupakan bencana politik besar bagi Prabowo.

Di mata Prabowo, Edhy bukanlah sekadar menteri, sebatas kader dan petinggi partai, teman biasa, atau sebutan lainnya. Edhy sudah seperti anak sendiri bagi Prabowo. Separuh perjalanan hidup dan sebagian banyak torehan karir Edhy terbentuk bersama Prabowo.

Baca: Mengenal Edhy Prabowo, Anak Angkat Prabowo Subianto

Pertimbangan Presiden Jokowi dan persoalan kebatinan Prabowo inilah yang kemudian melahirkan berbagai kemungkinan tadi. Apa saja itu? Berikut poin-poinnya:

Pertama, Presiden Jokowi memutuskan pengganti Edhy berasal dari kalangan profesional, bukan kader parpol. Dan pastinya, keputusan ini harus lewat diskusi dengan petinggi parpol koalisi kabinet, termasuk Partai Gerindra.

Kedua, Presiden Jokowi tetap memilih kader parpol demi soliditas koalisi kabinet. Pilihannya ada dua, dari Partai Gerindra atau parpol lain. Tapi menurut saya, hampir pasti kader Partai Gerindra.

Ketiga, menunggu hasil permenungan Prabowo. Dan hasilnya dua, yaitu Partai Gerindra konsisten berada di kabinet atau keluar untuk kembali menjadi pihak oposisi. Menjadi oposisi berarti jelas, Prabowo terpaksa mengundurkan diri dari jabatan Menteri Pertahanan.

Keempat, jika Partai Gerindra tetap di kabinet, kemungkinan di poin ini ada lagi. Yakni, Prabowo bertahan jadi menteri dan pengganti Edhy langsung disodorkan; Prabowo bertahan jadi menteri sedangkan pengganti Edhy tidak disodorkan; atau pengganti Edhy disodorkan sementara Prabowo keluar dari kabinet.

Menganalisis empat kemungkinan di atas, - sila pembaca berbeda pendapat, tidak masalah -  kiranya saya berpandangan bahwa:

Pertama, Presiden Jokowi tidak mungkin mencabut kepercayaannya (jatah menteri) dari Partai Gerindra. Karena sebagaimana tradisi, belum pernah parpol koalisi kabinet "ditendang" manakala ada menteri (kader parpol) bermasalah dan diberhentikan.

Kedua, Hampir tidak mungkin Prabowo mengundurkan diri dari jabatan menteri (terserah nantinya dirotasi atau bagaimana). Tetapi tergantung Prabowo juga. Semua pertimbangan ada di tangannya.

Mestinya Prabowo tidak undur diri. Publik bakal menganggap Prabowo ngambek, tidak terima kenyataan (atas kasus Edhy), dan terlalu naif memandang jabatan yang diembannya. Sikap kenegarawanan Prabowo pasti dipertanyakan publik.

Ketiga, karena yakin Prabowo tidak mungkin undur diri, maka saya yakin juga pengganti Edhy bakal segera diseleksi untuk diserahkan namanya kepada Presiden Jokowi.

Berdasar pada tiga pandangan di atas, saya selanjutnya memberanikan diri menebak sosok pengganti Edhy. Saya merasa, kemungkinan besar pengganti Edhy adalah Sandiaga Uno, anggota Dewan Pembina Partai Gerindra serta mantan calon wakil presiden di Pilpres 2019.

Memang, nama-nama yang ramai diperbicangkan di media (khusus media sosial) yaitu Susi Pudjiastuti (mantan Menteri KKP periode 2014-2019) serta Fadli Zon (anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Fraksi Partai Gerindra).

Ya, saya tidak mengesampingkan alasan para netizen yang menginginkan Susi atau Fadli Zon untuk menjadi pengganti Edhy. Alasan-alasan mereka cukup logis dan berdasar. Saya pun sudah mengulas potensi kedua orang ini di artikel saya sebelumnya.

Misalnya untuk Susi. Ia diserbu netizen dan diminta agar mau jadi menteri lagi jika Presiden Jokowi berkenan memanggil. Pertanyaannya, apakah betul Susi bakal dipanggil Presiden Jokowi mengingat di koalisi kabinet tidak pernah ada tradisi "tendang-menendang" setidaknya lima tahun terakhir?

Kemudian untuk Fadli Zon. Ya, ia justru lebih potensial dibanding Susi, sebab dirinya kader Partai Gerindra. Sebelum Presiden Jokowi "terpaksa" memanggil Susi, kader Partai Gerindra yang tetap diprioritaskan.

Saya tidak bisa mengulas panjang-lebar isi artikel saya tentang potensi Susi dan Fadli Zon. Intinya, tidak jauh berbeda dengan yang disuarakan para netizen.

Untuk tahu lebih lanjut, sila baca artikel (klik) "Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Susi Boleh Balik Lagi?" dan "Edhy Prabowo Resmi Tersangka, Fadli Zon Cocok Jadi Menteri KKP, Ini Alasannya". Berharap dua artikel ini dibaca, sehingga alasan saya "mengunggulkan" Sandiaga lebih mudah dipahami.

Ringkasnya begini. Andaikan boleh dibandingkan, maka Susi berada di urutan 3, Fadli Zon di urutan 2, dan Sandiaga di urutan 1. Dan menimbang Partai Gerindra sebaiknya tetap di kabinet, berarti tinggal Fadli Zon dan Sandiaga yang diseleksi oleh Prabowo.

Menurut pembaca, yang potensial, Fadli Zon atau Sandiaga? Tentu Sandiaga, bukan? Di samping pernah jadi calon wakil presiden, sempat menyusun visi-misi di Pilpres, jabatan Sandiaga di Partai Gerindra lebih tinggi daripada Fadli Zon. Sandiaga adalah anggota Dewan Pembina, sedangkan Fadli Zon "Juru Bicara Rakyat".

Daripada Fadli Zon, Sandiaga dirasa "paling nyambung" di kabinet nantinya. Ia berpengalaman di Pilpres dan sudah punya modal gagasan yang diakui sama dengan gagasan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Kelebihan Sandiaga lagi yakni ia seorang pengusaha sukses, yang diharapkan bisa menggunakan kemampuan manajerialnya di KKP. Perhitungan untung-rugi sudah dikuasainya, sehingga itu pun dapat diimplementasikan dalam "bisnis-bisnis" di KKP agar tidak merugikan negara.

Publik tahu bahwa Sandiaga seorang profesional sebelum terjun ke dunia politik. Maka dari itu, layak dipastikan, ia dengan cepat mampu beradaptasi di lingkungan KKP.

Atau di luar aspek kapasitas dan kapabilitas. Bukankah Prabowo lebih akrab (dan lebih percaya) dengan Sandiaga ketimbang Fadli Zon? Berikutnya, bukankah saat ini Sandiaga semakin "hangat" dengan keluarga besar Presiden Jokowi?

Maksudnya, di Pilkada 2020, Sandiaga ternyata terlibat kampanye pasangan Gibran-Teguh di Kota Solo dan Bobby Aulia di Kota Medan. Sila pembaca anggap semacam nepotisme. Namun sepertinya, tidak.

Sandiaga berkampanye bukan atas nama pribadi, melainkan mewakili nama Partai Gerindra. Tidakkah lewat kampanye, relasi Sandiaga dan keluarga Presiden Jokowi makin terbentuk?

Sesungguhnya bagian terakhir ini tidak berpengaruh banyak pada pertimbangan memilih Sandiaga menjadi pengganti Edhy. Semua pasti lebih kepada soal kapasitas dan kapabilitas. Cuma faktor "saling nyambung" dan "keintiman relasi" penting juga bagi keberlangsungan koalisi kabinet.

Kesimpulannya, ketika Presiden Jokowi memasang syarat atau kriteria "satu visi-misi (dengan pemerintah), berpendidikan, berpengalaman, antikorupsi, track record baik, 'nyambung', berjiwa memimpin, dan seterusnya", Sandiaga selaku kader Gerindra memenuhi kriteria itu.

Apakah Sandiaga yang akan menggantikan Edhy? Mari kita tunggu hasil permenungan Prabowo (bersama Partai Gerindra) dan pertimbangan bijak Presiden Jokowi. Semoga saja Sandiaga betul jadi Menteri KKP. Karena akhirnya para kontestan Pilpres 2019 "satu meja" juga di istana.

Sekian. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun