Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gatot Tidak Perlu Memaksa Diri Menapaki Jejak Soeharto

3 Oktober 2020   18:05 Diperbarui: 3 Oktober 2020   19:31 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Presiden Soeharto (kiri) dan Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo | Sumber gambar: suratkabar.id

Setiap orang boleh menjadi apapun, sepanjang itu baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Termasuk mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo, di mana disebut oleh sebagian kalangan punya ambisi untuk ikut meramaikan kontestasi Pilpres 2024 sebagai calon presiden, ia berhak mengimpikannya.

Bukan cuma sebagian kalangan tadi, penulis juga menilai Gatot memang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi presiden. Hal itu terlihat dari gerak-gerik dan ucapannya. Misinya ke depan sudah terbaca. Sangat jelas, jauh dari samar-samar.

Bergabung di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan aktif bersafari ke berbagai daerah menyuarakan "kegelisahan" rakyat, siapapun tentu mampu memahami motivasi Gatot. Meskipun dirinya mengaku tidak mau terjun ke dunia politik.

Baca: Membaca Gatot yang Dulu, Kini, dan Nanti

Di samping gabung KAMI, Gatot juga belakangan membuka kembali memori publik soal kejadian kelam di masa lampau, peristiwa Gerakan 30 September 1965/ Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), yang mana pada waktu itu sejumlah perwira militer Angkatan Darat kehilangan nyawa.

Gatot mengajak masyarakat menonton film G30S/PKI sesering mungkin, dengan tujuan agar tidak lupa sejarah kekejaman komunis di Indonesia. Ajakannya itu di satu sisi baik dan di sisi lain buruk. Mengapa?

Orang-orang zaman sekarang sudah terlalu pintar untuk memilah mana fakta dan mana pula hasil imajinasi. Mana kebenaran dan mana juga kebohongan. Mereka tidak seperti orang-orang zaman dulu yang masih minim pengetahuan dan terbatas sarana.

Wajib dipahami, tidak sedikit masyarakat yang tahu dan sadar bahwa, sebagian dari cerita pada film tidak sesuai kenyataan, agak dilebih-lebihkan, dan terdapat unsur rekayasa. Mereka berpendapat, film dibuat hanya untuk melanggengkan kekuasaan orde baru (orba) di bawah kepemimpinan Soeharto.

Menonton film sejarah itu baik. Namun yang tidak baik yakni ketika hal itu dilakukan bersama kelompok di kala pandemi Covid-19 ini. Bukan hikmah sejarah yang diperoleh, tetapi penyakit. Gara-gara berkerumun akhirnya orang-orang terpapar virus.

Sisi buruk lainnya adalah ketika Gatot kerap bicara tentang kebangkitan komunis yang ia sebut "PKI gaya baru". Ia tidak menjelaskan rinci berdasarkan fakta bagaimana komunis bangkit, oleh siapa, dan di wilayah mana.

Baca: Andai Gatot Mau "Intim" Dulu ke Jokowi, Mungkin...

Lalu seberapa bahaya "komunisme model baru" tersebut bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Gatot tidak mampu menghadirkan fakta dan bukti konkret. Maka tidak heran jika mayoritas masyarakat Indonesia menganggapnya semacam "hantu", makhluk tak kasat mata yang sengaja dibangkitkan oleh Gatot.

Bahkan sesungguhnya, tidak sedikit yang masa bodoh karena merasa tidak memiliki kepentingan. Jangankan "hantu PKI" atau komunis, ledakan bom di kawasan Sarinah beberapa waktu lalu saja diabaikan. Warga sekitar malah sibuk menonton aksi baku tembak antara petugas keamanan dan terduga teroris. 

Film G30S/PKI yang dinilai penuh rekayasa dan dimanfaatkan Gatot sebagai alat untuk menarik simpati serta mendongkrak popularitasnya, membuat dirinya seakan ingin "menapak jejak" Soeharto. Dulu Soeharto berhasil jadi presiden dan berkuasa selama 32 tahun berkat "PKI dan hantunya".

Apakah Gatot akan berhasil mengikuti cara dan jejak langkah Soeharto? Kemungkinan besar, tidak. Zaman sudah berubah dan Gatot bukanlah Soeharto. Ia tidak akan mungkin meraih impiannya menjadi presiden cuma meniru apa yang pernah dilakukan orang lain.

Soeharto sukses karena pada waktu itu "sedang berkuasa" dan memiliki pengaruh kuat di tubuh militer. Sekarang Gatot punya apa? Ia sudah pensiun dan hanya mengandalkan label "mantan panglima". Tidak cukup baginya "menjual PKI", bergabung di KAMI, dan "menungganggi" aksi mogok, supaya mimpi besarnya tercapai.

Baca: Kala Moeldoko Sudah Mulai Peringatkan Gatot Nurmantyo

Tidak salah mengidolakan dan meniru sebagian "trik jitu" Soeharto. Tidaklah semua jahat yang dilakukan Soeharto semasa hidup dan karyanya. Pasti banyak hal baik dan membanggakan. Nah, mestinya yang ditiru Gatot adalah "kepemimpinan", bukan bagaimana cara "mendapat kuasa". Kepemimpinan yang dimaksud pun tidak harus semuanya, sebab Soeharto dianggap bergaya otoriter.

Kedekatan Gatot dengan Keluarga Cendana juga sulit membantunya untuk meraih impian. Menyanjung Soeharto sebagai pahlawan dan panutan, meluangkan waktu hadir di berbagai acara khusus Keluarga Cendana, dan selanjutnya diberi gelar "bangsawan", bukanlah modal tepat bagi Gatot.

Mantan Pangkostrad itu harus membuat model sendiri, tanpa meniru orang lain. Bila kelak terpilih presiden, Gatot jangan mau disebut berhasil karena campur tangan Keluarga Cendana dan hasil "menjual PKI". Apalagi dianggap "antek orba", mestinya juga jangan.

Maka dari itu, langkah penting bagi Gatot sekarang adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin dan menghindari stigma negatif dari masyarakat. I harus tegas memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Caranya, membentuk partai baru atau bergabung dengan partai yang sudah ada.

Baca: Ketimbang Langkah Gatot, Deklarasi Giring Lebih Mantap dan Inspiratif

Menghabiskan waktu "berkoar-koar" nihil manfaat tidak baik. Jangan sampai Gatot dianggap sedang berniat mengganggu stabilitas politik dan merongrong pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Maukah Gatot menjadi diri sendiri dan bertindak orisinil? Semoga saja. Mudah-mudahan pula Gatot berkenan bersusah payah bersama pemerintah dan masyarakat memberantas pandemi, bukan membuatnya semakin parah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun