Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mungkin Trump Tidak Akan Terpilih Lagi, Ini Penyebabnya

17 September 2020   17:14 Diperbarui: 17 September 2020   17:24 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan lawannya di Pilpres 2020, mantan Wakil Presiden Joe Biden | Gambar: KOMPAS.com/ AFP

Kedua, gara-gara ketidakseriusan Trump menangani Covid-19, kondisi ekonomi Amerika Serikat berada pada posisi terburuk. Trump disebut telah membawa negaranya masuk ke dalam jurang resesi besar, melampaui negara-negara lainnya. Julukan negara "adikuasa" tumbang dan sudah tidak relevan lagi. Pada kuartal II tahun ini, ekonomi Amerika Serikat jatuh hingga 32,9 persen.

Bahkan menurut ekonom sekaligus penerima tunggal Penghargaan Nobel dalam Ilmu Ekonomi, Paul Krugman, resesi ekonomi Amerika Serikat kali ini cukup besar dan lebih buruk ketimbang krisis keuangan pada 2008 silam.

"Penangguhan tunjangan federal akan menciptakan kerusakan yang hampir sama mengerikannya dengan efek ekonomi akibat coronavirus. Yang tidak terjadi pada masa itu ialah hilangnya pekerjaan secara besar-besaran putaran kedua, yang dipicu oleh turunnya permintaan konsumen. Jutaan pekerja kehilangan pendapatan rutin; tanpa tunjangan federal, mereka akan terpaksa memangkas pengeluaran, menyebabkan jutaan lagi orang kehilangan pekerjaan," ujar Krugman, Kamis (6/8).

Ketiga, hasil jajak pendapat di negara-negara bagian kunci atau yang disebut "battleground states" menyatakan suara elektoral Biden mengungguli Trump. Lagi-lagi berkaitan dengan kebijakan Trump dalam menangani pandemi Covid-19. Sebagian besar warga Amerika Serikat "tidak terkesan" dengan cara-cara yang dilakukan Trump.

Gambar: bbc.com
Gambar: bbc.com
Gambar: bbc.com
Gambar: bbc.com
Keempat, sebagian anggota dan keluarga militer Amerika Serikat mengaku menyesal karena telah memilih Trump sebagai pemimpin mereka. Hampir 50 persen yang ikut jajak pendapat melaporkan pernyataan yang tidak menyenangkan terhadap Trump. Padahal pada Pilpres sebelumnya, simpati pihak militer terhadap Trump amat besar, melebihi yang diperoleh Hilary Clinton. Trump mengejek anggota tentara yang tewas dan ditangkap dalam perang dengan sebutan "pecundang" dan "bodoh".

Kelima, entah memang sudah karakternya demikian atau karena frustasi akibat pandemi Covid-19, Trump belakangan intens melancarkan serangan membabi-buta terhadap lawannya, Biden. Ia mengatakan, jika Biden terpilih, maka Amerika Serikat akan kacau dan rusuh. Kemudian, ia juga mengatakan Biden "bodoh" dan perlu menjalani tes narkoba.

Apakah aksi serangan pribadi brutal Trump terhadap Biden bisa disebut tanda-tanda kepanikan karena khawatir bakal kalah? Biarlah waktu yang menjawab. Mari tunggu keputusan warga Amerika Serikat. Setidaknya, rekapitulasi serangkaian hasil survei dalam sepekan terakhir sejak kampanye resmi dimulai, elektoral Biden konsisten mengungguli Trump.

Presiden Amerika Serikat ke-46, Trump atau Biden? Mari sabar menunggu. ***

Referensi: [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun