Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Djoko Tjandra, Cessie Bank Bali, dan Ketidakpastian Hukum Kita

16 Juli 2020   15:29 Diperbarui: 16 Juli 2020   21:58 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra | Gambar: KOMPAS.com/Danu Kusworo

Mungkin tidak puas dengan keputusan Mahkamah Agung hasil kasasi, pihak Kejaksaan Agung kembali melakukan upaya terakhir, yaitu Peninjauan Kembali (PK). 

Keempat, pada 11 Juni 2009, Peninjauan Kembali dilayangkan Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung, dan majelis hakim ternyata menganulir keputusan sebelumnya. Djoko Tjandra dinyatakan bersalah, diberi hukuman 2 tahun, membayar denda sebesar Rp15 juta, dan uang miliknya di Bank Bali sejumlah Rp546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Kelima, atas hasil Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, pada 16 Juni 2009, pihak kejaksaan memanggil Djoko Tjandra untuk dieksekusi. Dan ternyata Djoko Tjandra mangkir dari panggilan (menghilang entah ke mana), dan akhirnya langsung ditetapkan sebagai buronan.

Keenam, pada 9 Maret 2016, istri Djoko Tjandra bernama Anna Boentaran mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi, yakni Pasal 263 ayat 1, yang berbunyi: 

"Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahmamah Agung".

Anna merasa suami, diri dan keluarganya dirugikan akibat Peninjauan Kembali yang dilakukan Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung. Anna beralasan, seharusnya yang menjadi pihak pengaju PK adalah Djoko Tjandra (suaminya) atau dirinya dan keluarga. Bukan pihak lain, termasuk Kejaksaan Agung.

Ketujuh, pada 12 Juni 2016, majelis hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan menerima permohonan Anna dan mempertegas kembali bahwa yang berhak mengajukan PK hanya terpidana atau ahli warisnya (keluarga) serta beberapa lagi landasan pokok lain yang tidak boleh dilanggar.

Setidaknya ada 4 (empat) landasan pokok yang ditegaskan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Arief Hidayat kala itu:

  1. Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde zaak),
  2. Peninjauan Kembali tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,
  3. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya, dan
  4. Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan.

Maka dari landasan tadi, majelis hakim Mahkamah Konstitusi kemudian mengambil keputusan mengabulkan permohonan Pemohon (Anna) dan mengeluarkan perintah pemuatan putusan ke dalam Berita Negara Republik Indonesia. Isi lengkap putusan, sila klik ini (Putusan Mahkamah Konstitusi).

Artinya apa? Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, jelas dan tegas bahwa Djoko Tjandra bebas dari kasus. Perintah pemuatan putusan pun sudah dilakukan agar semua khalayak khususnya yang berkepentingan mengetahui, memahami, dan menjalankannya.

Bukankah berarti bahwa, baik Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kepolisian dan lembaga hukum lainnya wajib patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi tadi? Bukankah berarti pula hasil PK dan eksekusi terhadap Djoko Tjandra otomatis gugur? Lalu bagaimana dengan status buron berlabel red notice, apakah hilang juga?

Kedelapan, pada 5 Mei 2020 muncul surat pencabutan red notice terhadap Djoko Tjandra NO: B/186/V/2020/NCB.Div.HI oleh Sekretaris NCB Interpol Indonesia sebagai wujud pengabulan surat permohonan Anna (istri Djoko Tjandra) pada 16 April 2020. Berarti Djoko Tjandra bukan lagi buronan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun