Meskipun beberapa hari yang lalu bocoran lokasi calon ibu kota baru negara sudah diungkap oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil, namun hari ini (Senin, 26 Agustus 2019) Presiden Jokowi menegaskan hal serupa bahwa betul akan berada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Artinya teka-teki telah terkuak dan kemungkinan di tempat lain sudah tidak ada. Presiden Jokowi memperjelas, ibu kota baru akan menggunakan sebagian lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian lagi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Luas lahan yang digunakan di Kabupaten Penajam Paser Utara yaitu 3.333,06 kilometer persegi atau 333.306 hektar, dan di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu 27.263,10 kilometer persegi atau 2.726.310 hektar. Jadi totalnya seluas 3.059.616 hektar. Diperkirakan tiga kali luas DKI Jakarta.
Salah satu alasan Presiden Jokowi memilih kedua kabupaten di Kalimantan Timur tersebut adalah karena pertimbangan faktor potensi bencana yang dinilai lebih minim di banding di lokasi lainnya.
"Kenapa di Kalimantan Timur? Pertama, risiko bencana minimal. Baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan tanah longsor," ujar Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta (26/8/2019). Sila baca: KOMPAS.com
Alasan berikutnya yakni berada di tempat yang cukup strategis, diapit dua kota yang kian berkembang, Kota Balikpapan dan Kota Samarinda. Di dua kota ini juga sudah tersedia beberapa infrastruktur, seperti bandara, jalan tol, pelabuhan, fasilitas olahraga, dan sebagainya.
Lokasi ibu kota baru telah ditentukan tetapi sesungguhnya belum diterima penuh dan baik oleh publik. Masih ada polemik di baliknya, sebagian publik setuju dan sebagian lagi tidak setuju.
Saya hanya menebak apa yang kira-kira dipikirkan publik. Misalnya pihak yang setuju beralasan bahwa dengan ibu kota pindah maka pertumbuhan ekonomi nasional akan lebih merata, beban persoalan DKI Jakarta sedikit berkurang, dan seterusnya.
Sedangkan pihak yang tidak setuju kira-kira berpendapat, pindahnya ibu kota tidak serta-merta mengurangi persoalan yang sesungguhnya (di DKI Jakarta), malah hanya memindahkan persoalannya ke tempat lain.
Belum lagi pertimbangannya adalah dana yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota sangat besar, mencapai ratusan triliun rupiah. Padahal saat ini energi dan perhatian negara dianggap lebih bermanfaat jika difokuskan untuk mengatasi persoalan terkini.
Memindahkan ibu kota bukan sekadar pemindahan istana presiden, gedung-gedung pemerintahan, aparatur sipil negara (ASN), tetapi termasuk pengalihan pusat-pusat ekonomi dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.Â
Oleh sebab itu persoalan dari sisi sosial-ekonomi patut dipertimbangkan secara matang. Apakah betul realisasi awal pemindahan ibu kota bakal terwujud di tahun depan sampai 2024, kita juga kurang tahu. Yang pasti prosesnya cukup panjang.
Namun apakah dengan pindahnya ibu kota akan menghilangkan 'keistimewaan' DKI Jakarta? Apakah akhirnya DKI Jakarta statusnya menjadi sama dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia?
Menurut saya tidak. DKI Jakarta tetap istimewa karena jejaknya sebagai ibu kota sudah menempel lama di benak warga Indonesia dan dunia. Salah satunya, ikon Indonesia "Monumen Nasional" atau Monas akan tetap berada di DKI Jakarta.Â
Warga DKI Jakarta dan pengagum Monas tidak perlu berkecil hati karena monumen kebanggaan negara tidak ikut pindah. Kecuali bila ada monumen baru yang jauh lebih besar dan menarik yang akan dibangun di Kalimantan Timur.
Tulisan ini cuma opini untuk menghibur diri sendiri dan warga lainnya yang masih berat hati merelakan Kalimantan Timur menjadi ibu kota baru negara.
Semoga saya dan warga lainnya tetap cinta DKI Jakarta dan tidak berniat pindah massal ke Kalimantan Timur dalam waktu dekat.
***