Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Tiket Pesawat Semakin Naik, Apakah Hanya Saya yang Mengeluh?

5 Mei 2019   19:04 Diperbarui: 5 Mei 2019   19:06 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenaikan harga tiket pesawat tahun ini memang gila-gilaan, naiknya bisa sampai 300 persen dari biasanya. Saya barusan mengecek dua rute penerbangan yang sebelumnya pernah saya lalui menggunakan jasa angkutan udara, harganya naik tiga kali lipat, dan ini rata di semua maskapai.

Rute yang saya maksud adalah dari Jakarta ke Pontianak dan Jakarta ke Nias. Saya mengecek kedua rute tersebut karena saya dan keluarga berencana berlibur di salah satu tujuan, Pontianak atau Nias. Kami memutuskan demikian sambil menunggu turunnya harga tiket pesawat, dan yang akan kami pilih tentunya yang lebih murah. Maklum uang yang tersedia jauh dari cukup. Semoga keluarga besar kami di kampung mengerti dengan keadaan ini.

Aksi cek-mengecek harga tiket pesawat itu sebenarnya sudah saya lakukan jauh-jauh hari, bahkan beberapa bulan yang lalu, dan cukup sering. Berharap sejak naik pada awal tahun, di bulan-bulan berikutnya ada perubahan, harganya segera turun. Saya dan keluarga tidak mungkin melewati jalur darat ataupun laut, waktu tempuh bisa sampai berhari-hari ke tempat tujuan, belum lagi sarana untuk kedua jalur itu jarang ada, dan barangkali tidak ada.

Namun melihat kenyataan bahwa harga tiket pesawat sepertinya tidak mungkin turun dalam waktu dekat, malah justru semakin naik, saya hanya bisa pasrah dan berharap ada keajaiban.

Kalau jadi berangkat menggunakan pesawat, saya hitung biaya yang akan saya bayar untuk kami bertiga (saya, isteri dan anak) bisa sampai 13 juta rupiah Jakarta-Nias (pulang-pergi) atau 9 juta rupiah Jakarta-Pontianak (pulang-pergi). Bayangkan uang sebanyak itu dipakai untuk perjalanan Jakarta-Singapura, berapa kali bolak-balik?

Saya cukupkan keluhan pribadi saya. Adakah pihak lain yang mengeluhkan hal yang sama? Saya yakin banyak, mulai dari para pelajar atau mahasiswa yang ingin pulang kampung, pemudik Lebaran, hingga pengusaha distribusi barang. Bagi mereka yang punya alternatif menggunakan jalur darat atau laut tidak menjadi soal. Lalu bagaimana dengan yang terpaksa harus lewat jalur udara, bukankah dengan mahalnya harga tiket pesawat ikut menekan mereka juga?

Saya sedikit heran, mengapa ketika harga BBM naik Rp100 saja, banyak orang berteriak dan menolak, tapi giliran urusan tiket pesawat, kok pada diam? Bukankah persoalan harga tiket pesawat tidak hanya terkait perjalanan orang berlibur dan berbisnis? Satu hal lagi, mengenai harga tiket yang dikenakan kepada orang per orang, bukankah biaya bagasi juga ikut naik?

Bukankah pula dengan naiknya harga tiket pesawat turut berdampak pada kegiatan ekonomi berskala besar dan luas? Kita harus ingat bahwa naiknya harga tiket pesawat mempengaruhi kenaikan harga-harga barang, misalnya yang diangkut lewat jalur udara, termasuk juga di antaranya biaya jasa pengiriman barang-barang pribadi.

Siapakah yang Bertanggungjawab?

Menurut saya, pihak yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Betul bahwa pemerintah sebatas pembuat regulasi, namun apa gunanya regulasi bila akhirnya tidak berdampak apa-apa? Buktinya dengan adanya regulasi harga tiket pesawat justru malah melambung tinggi?

Hal yang cukup menyebalkan yaitu Kementerian Perhubungan yang seakan-akan mengamini argumen pihak maskapai yang mengaku bahwa alasan mereka menaikkan harga tiket pesawat karena persoalan keuangan.

Pertanyaannya, sebegitu parah kah sehingga kenaikannya sampai 300 persen? Mengapa kenaikannya tidak dilakukan secara bertahap? Bukannya salah satu perusahaan maskapai penerbangan terbesar di Indonesia ini dimiliki oleh BUMN? Peran pemerintah ada di mana untuk membela nasib warganya? Untuk apa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 dibuat jika akhirnya tidak berguna sama sekali?

Semoga saja tidak ada praktik oligopoli (penguasaan pasar) dan permainan harga (kartel). Potensi ini wajib ditelusuri oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Terakhir, pihak yang turut bertanggungjawab yaitu para wakil rakyat di parlemen, mereka tidak semestinya ikut diam. Sebagai orang-orang yang diberi amanah untuk menyuarakan aspirasi rakyat, mereka harus mendesak pemerintah dan pihak maskapai untuk segera mencari solusi dalam waktu cepat, tidak boleh berlarut-larut. Jangan sampai rakyat berpikiran bahwa diamnya mereka karena merasa sudah nyaman dengan fasilitas yang didapatkan dari negara.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun