Mohon tunggu...
wiezkf
wiezkf Mohon Tunggu... Open Observer

Writing on what has already been written, reflecting and innovating. It is simply a hobby of an Open Scientist.! 😉😄☕

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Idul Fitri: Tradisi Digital dan Kebersamaan Modern

29 Maret 2025   00:07 Diperbarui: 29 Maret 2025   05:25 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Sajian Khas Lebaran Kue Lapis Bunga berbahan dasar Singkong (Sumber: timenews.co.id/Sugiono)

"Idul Fitri kini merangkul digitalisasi: resep turun-temurun bertemu viral konten, tradisi fisik beralih ke virtual, namun esensi kebersamaan tetap mengakar."

Cara Berbagi Kebahagiaan dengan Teknologi

Teknologi tak hanya mengubah cara memasak, tapi juga cara berbagi kebahagiaan. Jika dulu silaturahmi berarti bertamu langsung ke rumah saudara, kini banyak keluarga yang berbagi momen Lebaran lewat media sosial.

Foto-foto ketupat, opor, dan kue kering dengan pencahayaan sempurna membanjiri timeline, disertai caption penuh rindu. Bahkan, tak sedikit yang memilih mengirimkan makanan via layanan pesan antar ketimbang bertemu langsung.

1. Dapur Generasi Digital: YouTube Gantikan Warisan Lisan

Kini, 78% generasi muda belajar masak Lebaran dari platform digital (Google Trends 2024). Kisah Dina (28) mencerminkan fenomena ini: 

"Opor ayam pertama saya hasil tutorial YouTube dengan 3x rewind". 

Tak hanya resep dasar, teknik modern seperti penggunaan air fryer untuk membuat rempeyek renyah pun mudah diakses. Namun, Chef Ragil mengingatkan: 

"Resep digital sering mengabaikan filosofi 'ngulen bumbu' yang jadi jiwa masakan tradisional".

2. Tren Kuliner Viral: Antara Inovasi dan Autentisitas

Tahun 2024, #Rendang15Menit trending di TikTok dengan 2,4M percobaan (TikTok Report). "Pressure cooker memang praktis, tapi rendang sejati butuh proses pelan-pelan seperti silaturahmi," ujar Budayawan A. Rahim. 

Foto:  Sajian Khas Lebaran Singkong Rebus Kelapa Parut (Sumber: cookpad.com)
Foto:  Sajian Khas Lebaran Singkong Rebus Kelapa Parut (Sumber: cookpad.com)

Fenomena dessert box pun memicu perdebatan: apakah ini bentuk kreativitas atau komersialisasi budaya? 

Penelitian UI Digital Culture menunjukkan 65% keluarga tetap mempertahankan minimal 1 resep turunan meski mengadopsi tren baru.

3. Silaturahmi 2.0: Ketupat di Layar vs Meja Nyata

Data Kemenkominfo 2024 mencatat lonjakan 140% kiriman makanan via app saat Lebaran. "Mengirim parcel digital ke nenek di kampung itu bentuk bakti zaman now," kata Ridwan (32). 

Namun, Psikolog Siti Warnilah memperingatkan: "Interaksi virtual yang berlebihan bisa mengurangi emotional depth". 

Solusinya? Banyak keluarga memadukan keduanya - berkunjung fisik sambil membagikan momen di IG Stories dengan tagar #LebaranTanpaBatas.

4. Pertarungan Ekonomi Kreatif di Era Kuliner Digital

Platform seperti Tokopedia melaporkan kenaikan 200% penjual bahan kue Lebaran. "Tahun ini saya bisa jual 500 lontong plastik berkat iklan di TikTok Shop," cerita Bu Aminah (54), UMKM binaan Kemenkop UKM. 

Tapi persaingan semakin sengit: studi LPEM UI menemukan 1 dari 3 usaha kuliner tradisional kesulitan bersaing dengan konten kreator yang menjual resep "versi instan".

Tradisi Bisa Beradaptasi dengan Zaman

Menurut kajian antropologi kuliner, perubahan ini menunjukkan bagaimana tradisi bisa beradaptasi dengan zaman. Digitalisasi tidak sekadar mempermudah proses memasak, tetapi juga menjadi sarana pelestarian budaya. 

Video tutorial, blog resep, hingga aplikasi masak berbasis artificial intelligence (AI) mampu mendokumentasikan warisan kuliner lebih cepat dan luas dibanding cara tradisional. Ini membuktikan bahwa transformasi digital bukan sekadar tren, melainkan bagian dari evolusi sosial.

Namun, di balik kemudahan itu, ada tantangan yang mengintai. "Saat semua orang sibuk memotret makanan sebelum disantap, saya merasa ada sesuatu yang hilang dari kebersamaan itu sendiri," ungkap Bu Siti, seorang ibu yang masih memegang teguh tradisi memasak bersama keluarga tanpa gangguan gadget. Ia khawatir teknologi bisa mengikis kehangatan interaksi langsung di dapur.

Ekonomi Digital dan Sosiologi Konsumsi

Aspek ekonomi digital juga perlu diperhatikan. Banyak usaha rumahan yang berkembang pesat berkat platform digital. Pedagang makanan Lebaran kini lebih mudah menjangkau pelanggan lewat marketplace atau media sosial. 

Namun, persaingan pun semakin ketat karena semakin banyak orang yang terjun ke bisnis serupa.

Dari sudut pandang sosiologi konsumsi, perubahan ini mencerminkan pergeseran nilai dalam masyarakat. Jika dulu memasak bersama adalah ritual penguat ikatan keluarga, kini muncul kecenderungan individualisasi, orang lebih bergantung pada teknologi, baik untuk mencari resep maupun mengolah makanan. 

Meski begitu, kebersamaan tak sepenuhnya hilang. Ia bertransformasi dalam bentuk baru, seperti live cooking bersama keluarga atau berbagi makanan via layanan digital.

Bagaimanapun, digitalisasi telah menjadi bagian dari tradisi Idul Fitri masa kini. Keterampilan memasak tak lagi hanya diwariskan dari ibu ke anak, tetapi juga dari kreator konten ke jutaan penonton. 

Mungkin inilah wajah baru Lebaran; memadukan tradisi lama dengan sentuhan modern. Sebab, pada akhirnya, yang terpenting bukanlah bagaimana kita memasak, melainkan bagaimana makanan itu menjadi perekat kebersamaan, baik di meja makan nyata maupun di dunia maya.

Sajian Lebaran Khas Ternate

Ternate memiliki tradisi kuliner Lebaran yang kaya akan cita rasa rempah dan budaya maritim. Menu utamanya didominasi oleh hidangan laut seperti ikan kuah pala banda - ikan kakap atau tuna yang dimasak dengan kuah kaya rempah pala, cengkih, dan kayu manis, mencerminkan warisan rempah kepulauan Maluku. Kasbi rorodak, olahan singkong tumbuk dengan kelapa parut, menjadi pelengkap wajib yang memberikan sentuhan tekstur unik.
Foto: Ikan Kuah Pala Banda (Sumber: haluan.co)
Foto: Ikan Kuah Pala Banda (Sumber: haluan.co)
Untuk kue khas, masyarakat Ternate menyajikan bagea - kue kenari berpori yang renyah, serta lukis - kue tepung berbentuk bunga dengan rasa manis-gurih. Minuman istimewanya adalah saguer (nira fermentasi) yang disajikan dalam boboko (tempurung kelapa), menambah kesan tradisional.

Foto: Bagea Kenari Kue Khas dari Kota Bahari  Ternate (Sumber: kieraha.com)
Foto: Bagea Kenari Kue Khas dari Kota Bahari  Ternate (Sumber: kieraha.com)
Yang unik, penyajiannya masih menggunakan daun pisang dan wadah alamiah, menunjukkan harmoni dengan lingkungan. Beberapa keluarga juga mempertahankan tradisi makan patita (makan bersama) dengan tata cara khusus, di mana hidangan disusun secara simbolis mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan syukur.

Epilog

Di tengah derap modernisasi, Idul Fitri tetap menjadi ruang temu antara tradisi dan inovasi. Teknologi mungkin mengubah cara kita memasak dan berbagi, namun jiwa Lebaran, rasa syukur, kebersamaan, dan kekeluargaan, takkan tergantikan. Digitalisasi bukan penghapus warisan, melainkan kanvas baru tempat budaya terus hidup, berevolusi, namun tak kehilangan esensinya.

"Digitalisasi adalah pisau bermata dua, memutus rantai turun-temurun tapi sekaligus menulis ulang tradisi dengan tinta inovasi." Dr. Fitriani, Antropolog Digital (UGM Press)

That's all from me today. See you in the next article! Thank you for stopping by.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun