Mohon tunggu...
Tsalitsa Nur Royaani .S.
Tsalitsa Nur Royaani .S. Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya adalah mahasiswi Universitas Nasional, konsentrasi Jurnalistik. Saya suka menulis, dan dibidang pemotretan (photography).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kartini, Emansipasi dan Perempuan di Era Teknologi

5 Agustus 2022   17:44 Diperbarui: 5 Agustus 2022   18:12 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar nama Kartini, kita akan dibawa pada sosok pemikir sekaligus pelopor emansipasi wanita di tengah keluarga bangsawan Jawa dengan adat dan tradisi yang kuat. 

Dalam surat-surat Kartini, tertulis pemikiran-pemikiran tentang kondisi sosial saat itu, khususnya mengenai kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat Kartini berisi pengaduan dan gugatan, terutama mengenai budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.

Pemikirannya tentang kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan turut mempengaruhi cikal bakal Indonesia. Ibu Bangsa Indonesia, kata W.R. Supratman memuji dalam lagu ciptaannya. Atas perjuangannya melawan perempuan, Presiden Soekarno menetapkan hari lahir Kartini, yakni 21 April sebagai hari libur nasional yang sekarang dikenal dengan Hari Kartini.

Sebagai salah satu hari bersejarah nasional, tentunya Hari Kartini sering diperingati untuk memperingati wanita pemikir ini. Berikut ini adalah beberapa perayaan yang dilakukan untuk menyambut Hari Kartini.

Perjuangan Kartini dikerdilkan karena banyak yang mengira dia hanya memperjuangkan hak-hak perempuan. Selain itu, nasionalisme yang digagasnya masih sangat konseptual dan tersebar di setiap hurufnya, sehingga sulit untuk diterjemahkan ke dalam dunia pergerakan.

Kartini sebenarnya tidak pandang bulu dalam emansipasi.

 "Usaha kami mempunyai dua tujuan, yaitu turut berusaha memajukan bangsa kami dan merintis jalan bagi saudara-saudara perempuan kami menuju keadaan yang lebih baik, yang lebih sepadan dengan martabat manusia," tulis Kartini kepada Nellie van Kol pada tahun 1901 yang terdapat dalam Emansipasi: Surat-Surat Kepada Bangsanya, 1899-1904 (2017: hlm. 165).

"Tiap-tiap halaman [surat-surat] Kartini selalu menyatakan kerinduannya untuk melihat rakyatnya bangun, bangkit dari keadaan tidur pulas yang telah beratus-ratus tahun mencekam mereka," tulis Tjipto seperti dikutip Sitisoemandari dalam Kartini Sebuah Biografi (hlm. 430).

Sitisoemandari mencontohkan konsep bangsa yang tersirat dalam surat-surat Kartini berperan mendorong munculnya kelompok-kelompok diskusi tentang nasionalisme. Bukan suatu kebetulan bahwa kelompok semacam itu muncul di Belanda dan Indonesia.

Berbicara tentang perempuan di Indonesia, sosok inspiratif yang menuntut emansipasi ini erat kaitannya dengan peran Raden Ajeng (R.A.) Kartini. Emansipasi bertujuan agar perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam segala bidang kehidupan dan diakui ilmunya, sehingga perempuan tidak lagi diremehkan.

Upaya Kartini untuk emansipasi wanita telah dituangkan dalam sebuah buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang", Buku ini juga menjadi simbol semangat perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. 

Bukti nyata lain dari perjuangan Kartini, yaitu berdirinya sekolah gratis untuk perempuan yang disebut Sekolah Kartini. Jasa Kartini merupakan bekal dasar bagi perempuan di Indonesia untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta menggali potensi dirinya sebagai upaya mewujudkan impiannya dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain.

Melalui emansipasi, perempuan Indonesia dapat merasa setara dengan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Peran perempuan tidak hanya sebatas urusan rumah tangga, namun kini perempuan berpeluang untuk dapat melebarkan sayapnya dalam berkarir dan bersaing di kancah publik, dengan tetap memperhatikan perannya dalam keluarga sebagai ibu dan istri.

Dengan kata lain, perempuan telah mampu berkontribusi di semua bidang masyarakat tanpa diskriminasi dalam pembagian kerja, bahkan dalam ranah politik. 

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 65 Ayat 1 UU No. 2 Tahun 2008 tentang Keterwakilan Perempuan minimal 30% di Partai Politik yang juga merupakan wujud nyata dari peran keterlibatan perempuan dalam ranah politik.

Kondisi perempuan kini jauh lebih dinamis, cerdas, dan telah mampu mensejajarkan diri dengan laki-laki. Bahkan perempuan saat ini tidak hanya hadir sebagai pengikut, lebih dari itu, mereka juga mampu menjadi pemimpin dan tampil sebagai pemikir, penganalisis, dan pengambil keputusan. 

Kemajuan dapat dilihat dari beragamnya profesi pekerjaan yang biasanya ditekuni oleh laki-laki, kini banyak juga ditekuni oleh perempuan, seperti direktur, menteri, dan presiden.

Di era modernisasi, teknologi semakin banyak digunakan. Peran perempuan semakin terasa di segmen ini, sebagai fungsi perempuan yang "dianggap" sebagai tangan pertama dalam mendidik anak-anaknya dalam keluarga.

 Kemajuan teknologi yang tak terbendung, terutama di tengah pandemi, menambah beban perempuan sebagai ibu yang harus mengarahkan anaknya ketika melakukan pembelajaran online dan bagaimana menyikapi positif penggunaan teknologi.

Belum lagi peran perempuan sebagai pekerja di perusahaan semakin penting dan dituntut untuk terus berinovasi dan adaptif terhadap perubahan yang ada di era industri 4.0. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal 2018, menunjukkan bahwa angka partisipasi angkatan kerja perempuan (TPAK) hanya 55,44%, sedangkan TPAK laki-laki sudah mencapai 83,01%.

Di sisi lain, masih terdapat kesenjangan yang besar dalam kemampuan dan penguasaan teknologi informasi antara perempuan dan laki-laki. Mengutip data International Telecommunication Union (ITU), pengguna teknologi perempuan 12% lebih rendah dibandingkan laki-laki. 

Sebenarnya perempuan di Indonesia adalah pengguna internet aktif, namun literasi digital mereka masih rendah karena kurangnya pelatihan dan latar belakang pendidikan yang rendah.

Oleh karena itu, perempuan masa kini harus mampu menjawab tuntutan teknologi dengan mengoptimalkan kegunaannya, namun tetap bijak dalam penggunaannya. Jika kemajuan teknologi di era industri 4.0 tidak sebagai upaya mengaktualisasikan diri menjadi lebih baik, hal ini akan berdampak pada menurunnya peran perempuan dalam pembangunan bangsa di masa depan. 

Karena kehadiran revolusi industri akan menjadi peluang yang menjanjikan bagi perempuan sebagai bagian dari peradaban dunia jika dikelola dengan baik.

*Tsalitsa Nur Royaani S, Mahasiswa Studi Komunikasi UNAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun