Mohon tunggu...
Muhammad Giffari Arief
Muhammad Giffari Arief Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Bahasa Kias Minangkabau: Kontrol Sosial dalam Bertutur

20 Juli 2022   15:20 Diperbarui: 20 Juli 2022   15:34 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir sebelum bicara sepatah dua patah, serta bila berjalan jangan terlalu menunjukkan arah hadap. Berkata-kata bukan suatu tindakan asal-asalan tanpa pertimbangan yang ketat. Ada kualifikasi-kualifikasi awal yang harus dipenuhi.

Disebabkan bahasa kias adalah sebuah kontrol tutur bagi masyarakat Minangkabau, maka penggunaan bahasa kiasan tidak dapat dihindarkan. Kepiawaian dalam mengolah kata dan menyembunyikan makna yang harfiah adalah keahlian lebih, bahkan semacam kualifikasi wajib bagi masyarakat Minangkabau. 

Masyarakat Minang perlu berhati-hati dalam bertutur. Sebuah tuturan tanpa kias terkadang dapat dipahami secara lain oleh pendengar, maka berkata kias adalah solusi dalan mengurangi kesalahpahaman dalan bertutur. 

Lagi, sebuah pepatah mendeskripsikan tingkat kepentingan dari penggunaan bahasa kias bagi masyarakat Minang: "Basilek di pangka padang, bagaluik di ujuang karih, bakato baumpamo, barundiang bamisalan."

Masyarakat Minangkabau berhati-hati dalam berkata. Beberapa lapisan masyarakat, beberapa orang, dan beberapa kelas-kelas sosial memerlukan penanganan khusus dalam kegiaran bertutur. 

Kehati-hatian masyarakat Minangkabau dalam bertutur dirumuskan lagi lewat rumusan "Kato Nan Ampek", sebuah aturan adat yang merumuskan cara-cara bertutur masyarakat Minang. Kato Nan Ampek memiliki empat rumusan, yaitu:

1. Kato mandaki, yaitu cara bertutur kepada orang yang lebih tua;
2. Kato mandata, yaitu cara bertutur kepada orang yang sebaya;
3. Kato manurun, yaitu cara bertutur kepada orang yang lebih muda; dan
4. Kato malereng, yaitu cara bertutur kepada orang yang lebih dihormati.

Kato Nan Ampek berusaha mendisiplinkan masyarakat Minangkabau agar tidak terjadi anarkisme dalam berpendapat. Anarkisme berpendapat adalah hal buruk, sebab ketidakteraturan dalam bertutur mengakibatkan sebuah penurunan kualitas intelektual. 

Tidak adanya kejelasan tentang topik khusus pembicaraan yang jelas, konteks dan koteks pembicaraan akan mengantarkan masyarakat pada keadaan yang kacau, yang tidak jelas, dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan tatanan norma yang sudah disusun jauh-jauh hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun