"Kegagalan itu bukan awal atau pertanda dari sebuah kehancuran, tapi merupakan awal atau pertanda bagi suatu keberhasilan dan kebahagian yang luar biasa untuk masa yang akan datang."
Kisah ini merupakan kisah asli dari saya (penulis) saat berupaya untuk bisa menyelesaikan studi S1 di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Malang, namun berakhir pada sebuah kegagalan.
Kisah ini bermula saat saya lulus dari Jenjang D3 Prodi Teknik Mesin Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2015. Setelah saya lulus dari Universitas Negeri Jakarta, saya kemudian mencari pekerjaan di Jakarta. Namun, saya tidak mendapatkan pekerjaan yang bahkan cocok untuk perhitungan biaya hidup saya selama 1 bulan di Jakarta.
Saat proses mencari pekerjaan itu, saya sering membaca salah satu syarat yang paling banyak mereka tulis atau cari adalah lulusan dengan jenjang Pendidikan S1. Entah itu S1 dari segala jurusan, maupun S1 dengan jurusan tertentu yang mereka butuhkan.
Saat melihat hal tersebut, saya merasa bahwa D3 itu masih kurang. Saya pun kemudian mencari kampus yang berstatus negeri untuk melanjutkan Pendidikan saya ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu S1. Saat mencari tersebut ada berbagai Perguruan Tinggi Negeri, ada itu di Yogyakarta, Surabaya, Jember dan bahkan Malang. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, mulai dari akreditasi kampus, akreditasi prodi, dan prestasi kampus, saya pun memutuskan untuk memilih kampus di Malang.
Kampus tersebut bernama Universitas Negeri Malang (UM) yang merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Malang, Jawa Timur. Saya pun mendaftarkan diri di kampus tersebut dan mengikuti seleksi yang dilakukan.
Setelah beberapa saat kemudian, keluarlah pengumuman yang mana saya dinyatakan diterima di kampus itu pada Jenjang S1 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.
Saya pun melakukan pendaftaran ulang dan hingga pada akhirnya saya pun memulai perkuliahan disana. Saat pembayaran uang kuliah, saya merasa sepertinya orangtua tidak sanggup untuk membayar karena alasan ini dan itu.
Saya pun memutuskan untuk meminta keringanan untuk biaya uang kuliah kepada pihak kampus, lebih tepatnya kepada pihak Fakultas. Saat datang ke Fakultas, pihak Fakultas mengatakan bahwa batas untuk pendaftarannya telah selesai. Saat itu saya merasa sangat sedih dan kecewa, namun saya tidak berhenti sampai disitu untuk mencari cara.
Saat ke Gedung akademik, saya melihat salah satu pegawai sepertinya lagi dimarahi karena tidak menemukan pengganti dari mahasiswa bidikmisi yang keluar.
Saya pun berpikir sepertinya ini merupakan peluang besar, saya pun berharap sekali untuk ditawarin. Pegawai itupun memanggil saya dan ternyata itu untuk menawarkan saya mendaftar beasiswa itu. Namun, karena saya adalah mahasiswa yang baru masuk, maka saya tidak bisa mendaftar karena tidak memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
Saya pun sempat berpikir, kan kalau lulusan SMA kalau tidak salah mendaftarkan beasiswa itu pakai nilai SMA. Lantas, kenapa saya tidak bisa didaftarkan pakai IPK saya saat lulus D3 saja, bisa dilihat grafik bagaimana perkembangan IPK saya tiap semester dan waktu studi saya yang tepat waktu 3 tahun.
Saya sempat bingung apakah ada sesuatu hal tertentu atau gimana. Itupun menjadi cara kedua saya yang berakhir pada sebuah yang disebut sebagai kegagalan, tapi saya tetap mencoba mencari cara yang lain.
Saya pun membayar uang kuliah disemester 1 (awal), kemudian saya pun memulai proses perkuliahan. Ditengah perkuliahan, saya mendengar telah dibukanya suatu pendaftaran beasiswa Dikti.
Saya pun kemudian membuat salah satu PKM 5 bidang, yaitu pada bagian PKM-GT (Program Kreativitas Mahasiswa-Gagasan Tertulis). Saat mencari materi apa yang akan dibahas, saya melihat setumpuk batu baterai yang sudah tidak dapat digunakan lagi.
Dari tumpukan baterai itu, saya terinspirasi untuk membuat suatu permainan dari situ. Saya pun kemudian memberikan nama permainan ciptaan saya berdasarkan proses dan cara memainkannya.
Saya memilih limbah batu baterai supaya limbah itu bisa dimanfaatkan lagi, selain itu supaya harga bahan untuk permainan itu bisa murah.
Selain kedua hal tersebut, saya memilih limbah batu baterai juga karena bisa ditemukan disetiap rumah, dimana setiap rumah terkadang masih bisa kita dapatkan batu baterai, entah itu di jam dinding maupun di remote TV.
Pembahasan saya sepertinya menarik, kemudian saya meminta saran dan masukkan dari dosen-dosen bidang kimia atau ilmu bahan di prodi. Saya pun disuruh untuk melakukan uji coba terhadap ciptaan saya itu.
Setelah saya coba, ternyata tercium zat kimia dan saat saya uji coba kulit saya terkena cairan yang membuat kulit saya menjadi gatal. Karena alasan itulah saya disarankan untuk mengganti pembahasan.
Ditengah-tengah proses pencarian pembahasan yang baru itu, saya tiba-tiba dikatakan mengalami stres lingkungan. Saya pun dibawa pulang ke kampung untuk beristirahat sejenak.
Saat saya merasa bisa melanjutkan studi, saya pun terkendala masalah biaya lagi. Lagi, lagi dan lagi masalah biaya. Saya mencoba menghubungi beberapa guru besar bidang Pendidikan, dengan harapan bisa mendapatkan solusi.
Namun ternyata gagal lagi gagal lagi. Sambil saya menghubungi guru besar itu, saya pun mencoba menghubungi pihak kampus mana tahu ada bantuan.
Saat menghubungi saya menjelaskan bahwa saya mengalami sakit, namun saya malah dikeluarkan dari kampus itu dengan alasan sudah melewati batas maksimal studi.
Saya pun sempat sangat sedih dan kecewa sekali, namun selama di kampung halaman saya kuliah di universitas dekat rumah dan pada saat itu saya dinyatakan lulus. Saya pun mencoba menghibur diri sendiri, biarpun gagal S1 di Malang, tapi saya bisa lulus S1 di kampung halaman dengan tepat waktu 4 tahun.
Kalau di Malang saya butuh biaya untuk tempat tinggal, makan dan minum, sampai kepada uang kuliah. Namun saat di Nias (kampung halaman), uang kuliah sangat murah dan bahkan biaya hidup gratis karena tinggal di rumah sendiri.
Di kampung halaman saya kuliah di Jenjang S1 Prodi Pendidikan Matematika Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Gunungsitoli.
Karena berbeda prodi, dimana yang satu bidang Teknik dan yang satu lagi bidang matematika, saya pun terpaksa mengambil banyak mata kuliah atau malah mengulang dari awal selama 4 tahun.
Mungkin sudah rencana dari Tuhan saya menyelesaikan studi S1 di Nias, hal tersebut karena berbagai cara yang saya lakukan untuk bisa menyelesaikan kuliah di malang namun gagal.
Tapi yang penting adalah saya lulus untuk jenjang S1 sesuai dengan tujuan kuliah utama. Semua indah pada waktunya, semua pasti ada maknanya.
Gunungsitoli, 23 Agustus 2020
Biodata Penulis
Saya bernama Try Gunawan Zebua yang dilahirkan di Gunungsitoli pada tanggal 11 Juli 1994. Saya merupakan anak ke-3 dari 3 orang bersaudara, yang lahir dari pasangan Ayah (Alm) Constantin Theodali Zebua dan Ibu Rosmawati Telaumbanua. Saya memiliki nama Pena Trygu. Saya dapat dihubungi melalui Telp./WA/SMS : 081360781116 dan E-mail : trygunawan@rocketmail.com/trygunawan529@gmail.com.