Mohon tunggu...
Pandum Triyuwono
Pandum Triyuwono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Atmano moksha-artham, jagad-hita 😊

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jujur Itu Baik, tapi Apa Kita Mampu?

17 Agustus 2020   19:40 Diperbarui: 17 Agustus 2020   19:56 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit: Clay Bennett, Christian Science Monitor, 2006

Apakah kita tidak pernah berbohong? Rasanya sulit dan tidak mungkin ya? Walaupun hanya berusaha bersikap manis untuk menangkal rasa "ga enak" kepada orang lain. Kecuali Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang secara langsung dijaga Allah dari dosa-dosa.

Kita tahu bahwa jujur merupakan salah satu perbuatan terpuji Rasullah SAW, namun sepertinya perbuatan jujur sering menuai kecaman hingga kebencian. Fenomena ulasan endorse instagram, review makanan yang selalu dapat predikat "enak banget sampe mau meninggal", hingga mengungkapkan yang bukan sebenarnya demi bersikap "sopan".

Namun, pernahkah kita mendengar kalimat "Berbohong itu tidak apa demi kebaikan" atau istilah White lies? Menurut Natasha Nugraha, Psi., psikolog di Puri Mutiara Bekasi, bohong putih berarti melakukan kebohongan dengan tujuan yang positif. Artinya, meskipun bohong pada dasarnya tidak dibenarkan, namun dalam kondisi tertentu diperbolehkan melakukannya. "Tentu dengan alasan dan syarat-syarat yang ketat" tegas Natasha.

Betul, pada dasarnya dalam agama dan budaya berbohong (demi kebaikan, positif) itu diperbolehkan, namun syarat-syaratnya sangat ketat.  
"Belum pernah aku dengar, kalimat (bohong) yang diberi keringanan untuk diucapkan manusia selain dalam 3 hal: Ketika perang, dalam rangka mendamaikan antar-sesama, dan suami berbohong kepada istrinya atau istri berbohong pada suaminya (jika untuk kebaikan)." (HR. Muslim)

Tentu hadist tersebut memiliki konteks hingga Al-Hafidz Ibnu mengatakan, "Ulama sepakat bahwa yang dimaksud bohong antar-suami istri adalah bohong yang tidak menggugurkan kewajiban atau mengambil sesuatu yang bukan haknya." (Fathul Bari, 5:300)

Pada akhirnya, syarat-syarat yang ketat ini tidak diperhatikan oleh banyak orang. Saat ini kita temukan fakta, orang mudah sekali berbohong dengan alasan demi kebaikan, tidak ingin menyakiti hati orang lain, sopan santun, dan kemanusiaan. Banyak pula yang beranggapan, keadaanlah yang memaksanya berbohong.

"Biasanya orang yang berbohong memiliki beberapa alasannya, di antaranya menjaga keharmonisan relasi sosial, menghindari konsekuensi jika bicara jujur, menyelamatkan harga diri dan masih banyak lagi," papar Natasha.

Natasha juga menegaskan bahwa alasan-alasan tersebut tidak lantas membenarkan seseorang untuk berbohong. Alasan yang dibenarkan dalam bohong putih, menurutnya, jika tujuan bohong itu sesuatu yang positif dan sesuai dengan aturan syariat Islam.

Natasha pun mengingatkan bahwa perilaku bohong, walaupun sepertinya sepele, justru berbahaya karena bisa membentuk kebiasaan. "Bohong itu ibarat candu. Apabila seseorang mendapat reaksi positif dari kebohongannya hatinya akan senang dan ia ingin selalu mengulangnya," tambahnya.

Kejujuran memang bisa sangat menyakitkan. Tetapi itu lebih baik daripada berbahagia karena kebohongan.

Kejujuran memang bisa menyakitkan, tetapi tidak mematikan. Kebohongan memang terkadang menyenangkan, tetapi tidak menyembuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun