Mohon tunggu...
TRIYASA PRASETYO AJI
TRIYASA PRASETYO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/UMM

Saya seorang mahasiswa ilmu komunikasi UMM

Selanjutnya

Tutup

Music

Gebrakan Hardcore Positif

21 Desember 2022   10:54 Diperbarui: 21 Desember 2022   11:09 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya dalam hardcore identik dan lumrah dengan hal-hal "negatif", seperti alkohol dan narkoba, sepertinya stereotip atau image tersebut tidak selamanya benar. Tentunya dalam hal ini harus ada penengahnya. Karena hardcore memiliki sub kultur atau ideologi positif yang kurang tersorot media. Straight Edge merupakan paham yang dianut Irsan Niko Arisandi frontman dari Compassion, yang merupakan band Malang yang bermisi mendobrak hardcore kids Malang untuk berani beda dan tidak mengikuti arus negatif.

Prelude Insan

Pria kelahiran Malang 21 April 1995 yang kerap disapa Niko ini, sebelum masuk ke ranah hardcore sudah menggeluti dunia seni fotografi, lalu dalam pertengahan SMK sekitar tahun 2010-2011 adalah permulaan Niko berinisiatif untuk membuat sebuah band. "Awal tahun 2010 itu aku udah dengerin beberapa sub genre dari hardcore, tapi yang paling aku suka dan relate yang beraliran straight edge hardcore karena warna musiknya yang penuh semangat dan pesan positifnya impactful", terang Niko.

Dari hal tersebut Niko memulai progresnya mencari personel sekaligus relasi dari gigs ke gigs, "saat mengetahui beberapa personel band lokal adalah seorang SXE (straight edge) kids, lalu aku coba berkenalan, berdiskusi lalu mengajak mereka membuat sebuah SXE band", terang Niko. Dari berbagai background dan karakter masing-masing Niko berhasil menyatukan kepala untuk menunjukkan bahwa Straight Edge itu eksis di skena hardcore Malang yang hingga kini Compassion sudah memiliki beberapa rilisan yang fenomenal dan cukup laris terjual.

Akar & Hasil

Straight Edge sendiri pertama kali dicetuskan oleh Ian MacKaye, vokalis Minor Threat (band hardcore punk oldschool dari Washington tahun 80-an) yang lantas menciptakan lagu berjudul "Straight Edge", sebuah lagu jurus tiga kunci khas punk dengan durasi sangat cepat, 46 detik. Lagu itu terdapat di album Minor Threat EP yang diluncurkan pada 1981.

Simbol “X” di punggung tangan adalah simbol gaya hidup Straight Edge secara general. Simbol tersebut biasanya digunakan saat perform atau datang ke gigs. Ada juga yang dibuat dalam bentuk berbagai merchandise sebagai simbol propaganda Straight Edge. Sejarah awal simbol “X” di punggung tangan adalah ketika band "Teen Idles" tour ke San Francisco dan bermain di sebuah club bernama Mabuhay Gardens. Sebelum mereka perform, pihak club ternyata melarang Teen Idles pentas karena masih dibawah umur untuk masuk club yang menyajikan minuman keras. 

Namun setelah kompromi panjang, akhirnya pihak manajemen club memperbolehkan mereka perform asalkan setiap personel yang dibawah umur diberi tanda “X” di punggung tangannya dengan spidol sebagai tanda dibawah umur dan dilarang mengkonsumsi alkohol. Simbol “X” tersebut juga adalah untuk memudahkan bar tender mengetahui mana yang minum mana yang tidak. Dari moment itulah akhirnya simbol “X” di punggung tangan menjadi simbol pergerakan Straight Edge.

"Awalnya kita semua memang sober dan setelah menyelami lebih dalam, sama-sama merasa cocok saja dengan ideologi ini, menurut kita menjadi berbeda dalam mayoritas perokok aktif dan peminum dalam skena menurut kita cukup menarik saja", jelas Helda (Drummer Compassion).

Interpretasi seseorang terhadap Straight Edge sendiri dapat berbeda-beda, ada yang memahaminya sebagai trend, genre, fashion, komitmen hidup, bahkan jati diri. "Dari 9 tahun jadi seorang Straight Edge, aku menganggap Straight Edge seperti agama, itu adalah persona masing-masing individu yang mempercayai, meyakini, dalam menjalani Straight Edgenya
pada dasarnya menjadi straight edge kita mencoba terus menjadi versi lebih baik dari diri kita sebelumnya dan begitulah seterusnya", jelas Niko.

Straight Edge masih menjadi sebuah minoritas di skena hardcore dimanapun, tentu terdapat diskriminasi, terdapat juga yang welcome atau open minded. Namun dalam menanggapi perbedaan dalam skena, respon setiap individu pasti berbeda. Farkhan (Gitaris Rythm Compassion) mengatkan bahwa "untuk aku pribadi, menjalankan prinsip hidupmu, hidupmu dan hidupku, hidupku. Jadi kita saling respect dan embrace differnces satu sama lain aja".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun