Mohon tunggu...
tri wahyu puji astuti
tri wahyu puji astuti Mohon Tunggu... Universitas Negeri Semarang

-

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Dibalik Senyuman Si Bungsu

28 Mei 2025   19:03 Diperbarui: 28 Mei 2025   19:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Dr. Tina Afiatin, psikolog keluarga dari Universitas Gadjah Mada, dalam wawancara dengan Kompas.com (2023), menjelaskan bahwa anak bungsu cenderung mengalami krisis identitas pada masa remaja. Mereka tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri atau belajar dari kegagalan secara mandiri, karena selalu berada dalam perlindungan keluarga. Akibatnya, mereka sering bingung memilih antara memenuhi ekspektasi keluarga atau mengejar keinginan pribadinya.

Membangun Ruang Aman bagi Si Bungsu

Sudah saatnya masyarakat dan orang tua meninjau kembali pandangan tentang posisi anak bungsu dalam keluarga. Setiap anak, tanpa memandang urutan kelahiran, berhak untuk didengar, dipercaya, dan dihargai secara setara. Membangun ruang aman berarti menyediakan tempat di mana anak merasa nyaman untuk mengekspresikan emosi, tanpa harus selalu terlihat ceria demi memenuhi peran yang ditetapkan oleh lingkungan.

Langkah-langkah sederhana seperti melibatkan anak bungsu dalam percakapan serius, memberi tanggung jawab sesuai usia, dan menghindari perbandingan dengan kakak-kakaknya dapat memberikan dampak besar. Pendekatan equal parenting, yang kini banyak dianjurkan dalam psikologi pengasuhan, menekankan pentingnya pengasuhan adil dan seimbang berdasarkan kebutuhan masing-masing anak, bukan berdasarkan label "anak sulung", "anak tengah", atau "anak bungsu".

Dalam The Birth Order Book karya Dr. Kevin Leman (2019), disebutkan bahwa potensi anak bisa terhambat jika keluarga terlalu terpaku pada stereotip urutan kelahiran. Setiap anak membawa keunikan dan kekuatannya masing-masing. Maka, tantangan orang tua adalah mengenali, bukan mengkotak-kotakkan potensi itu berdasarkan posisi anak dalam keluarga.

Menilik Kembali Makna Senyuman

Senyuman anak bungsu memang menghangatkan suasana rumah, namun bisa jadi ia menyimpan rasa sepi, takut, atau cemas yang tak terucapkan. Sebelum kita berkata, "dia si bungsu, pasti santai saja," tanyakan kabarnya. Bukan karena mereka mengeluh, melainkan karena mereka pun manusia yang layak didengar dan dipahami.

Membebaskan anak bungsu dari jerat stereotip bukan sekadar upaya memperbaiki relasi keluarga, tetapi langkah konkret menuju keluarga yang sehat secara emosional dan psikologis. Sebab, senyuman yang tulus hanya lahir dari hati yang benar-benar merasa dihargai dan dicintai, bukan karena dipaksa untuk terus tampak bahagia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun