Di tepian semesta yang terbelah oleh selubung kuantum, terdapat dua dunia yang bergetar dalam simetri patah. Di Lux, segalanya terbuat dari cahaya yang terkompresi menjadi materi padat, awan neon mengapung seperti syair yang tertahan, pohon-pohon kristal bersinar dalam spektrum tak terbatas. Di Umbra, kegelapan bukanlah ketiadaan, melainkan zat yang hidup; bayangan merambat sebagai partikel antimateri, sungai hitam mengalir dengan gravitasi negatif yang menyedot waktu ke belakang. Di antara keduanya, ada Taman Superposisi: ruang di mana dimensi bertaut seperti benang yang terjerat, tempat Destr dan Fe bertemu.
Destr, perempuan dari Lux, tubuhnya berpendar seperti bintang neutron yang menahan keruntuhan. Setiap langkahnya meninggalkan jejak foton terionisasi. Fe, lelaki dari Umbra, rambutnya menghisap cahaya seperti lubang hitam mikro, matanya dua singularity yang menyimpan seluruh sejarah kehancuran alamnya. Mereka bertemu setiap kali dinding dimensi menipis, saat hukum fisika mengizinkan partikel mereka untuk bertransisi melalui fungsi gelombang yang rapuh.
"Kau adalah invers dari keberadaanku," bisik Destr suatu malam, jemarinya hampir menyentuh bayangan Fe yang bergerak kontra terhadap waktu. Udara di antara mereka berdesis, memancarkan radiasi Hawking. "Setiap quark di tubuhku ingin menyatu dengan antiquarkmu. Tapi kita tahu apa yang terjadi jika spin kita menjadi identik..."
Fe tersenyum getir. "Kita akan memicu anihilasi yang menghancurkan entropi semesta. Alam akan kembali ke keadaan panas sempurna, tak ada lagi panah waktu, tak ada kisah yang bisa diceritakan." Suaranya seperti gelombang gravitasi yang mengguncang vakum. Di Lux, langit tiba-tiba berpendar merah, tanda bintang-bintang mulai kehilangan kemampatannya. Di Umbra, lubang hitam primordiais bangun dari tidur, mengunyah ruang-waktu.
Mereka mencoba melawan hukum. Fe menulis surat dengan neutrino yang bisa menembus selubung dimensi; Destr membalasnya dengan foton terpolarisasi yang berkedip dalam kode Morse kosmik. Mereka berjanji melalui mekanika kuantum: "Jika aku terbelah menjadi banyak diri dalam interpretasi banyak-dunia, pasti ada versi kita yang bisa bersatu." Tapi setiap percobaan itu hanya mempercepat disipasi energi alam. Di Lux, kristal-kristal mulai menguap menjadi plasma. Di Umbra, sungai kegelapan membeku, entropi terbalik, waktu terkompresi hingga retak.
Pada pertemuan terakhir, mereka berdiri di tepi Taman yang mulai luruh menjadi string dimensi. Destr mengulurkan tangan, cahayanya merekah seperti supernova. Fe mengangkat jarinya, bayangan itu berputar membentuk vortex. Di titik sentuh yang hampir terjadi, ruang-waktu bergetar liar. Persamaan Maxwell dan Einstein berhamburan menjadi fraktal chaos.
"Kita adalah persamaan Yang-Mills yang tak pernah terselesaikan," teriak Destr, air matanya menguap menjadi awan elektron-positron. "Cinta kita melanggar simetri gauge alam semesta!"
Fe menarik diri, singularity di matanya mengkerut seperti jantung yang kolaps. "Maka biarlah kita menjadi dualitas holografik, kau di permukaan horizon peristiwa, aku di dalam ilusi informasi. Kita tak akan pernah utuh, tapi semesta tetap bisa bernapas."
Taman Superposisi runtuh menjadi singularitas tak bermasa. Destr kembali ke Lux yang mulai mendingin menjadi kristal sempurna. Fe menghilang ke Umbra yang mengembang sebagai kabut entropi. Di antara mereka, selubung kuantum menebal menjadi dinding Planck yang tak tertembus.Â
Di suatu tempat di multiverse, mungkin ada dunia di mana materi dan antimateri bisa bersatu tanpa ledakan. Tapi bukan di sini. Bukan di alam di mana cinta mereka adalah persamaan yang terlalu indah untuk tidak dibiarkan tak terpecahkan.