Mohon tunggu...
Tri Sukmono PBS
Tri Sukmono PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar pada STKIP Bina Mutiara Sukabumi, Auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Berpasangan dan Kesetiaan

28 April 2024   19:02 Diperbarui: 29 April 2024   01:55 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika saya memulai menuliskan tentang hal ini, saya tengah berjuang untuk bisa berpikir jernih dan obyektif, saya berusaha untuk tetap waras di tengah suasana emosi kejiwaan yang sedang mengalami banyak tekanan. Namun apa yang saya alami yakni tekanan kejiwaan malah menjadi energi bagi saya untuk menuliskan tentang hal ini yang membuat saya menerima banyak tekanan karena perbedaan konsep tentang berpasangan dan kesetiaan dengan banyak orang lainnya. Dengan menuliskan ini saya berharap ada perubahan mindset manusia tentang apa yang dimaksud dengan berpasangan dan apa yang dimaksud dengan kesetiaan.

Di dalam kitab-kitab suci baik itu agama samawi (wahyu) maupun agama ardhi (budaya) disebutkan bahwa Tuhan menciptakan makhluk di dunia ini berpasangan, yakni laki-laki berpasangan dengan perempuan, tinggi berpasangan dengan rendah, negatif berpasangan dengan positif, miskin berpasangan dengan kaya, tampan atau cantik berpasangan dengan tidak tampan atau tidak cantik, panas berpasangan dengan dingin, air berpasangan dengan api, udara atau langit berpasangan dengan bumi atau tanah, dan seterusnya.

Konsep berpasangan ini kemudian oleh sebagian orang diterapkan secara keliru, sehingga yang dimaksud berpasangan oleh mereka adalah seorang laki-laki berpasangan dengan seorang perempuan. Ini menjadikan kerumitan dalam konteks sosial kemasyarakatan khususnya bagi agama atau kelompok masyarakat yang menentang adanya poligami dan memaksakan kepada orang lain dengan berbagai kekuatan dan cara agar yang disebut berpasangan itu adalah satu laki-laki dengan satu perempuan. 

Bila ada berpendapat berbeda, maka akan dianggap sebagai penghianatan atas suatu konsep berikutnya yakni bertentangan dengan kesetiaan. Baik sebelum membahas tentang konsep kesetiaan, saya terlebih dahulu ingin mentuntaskan bahasan konsep tentang berpasangan.

Dalam kenyataan kehidupan di dunia manusia maupun di dunia hewan ternyata Tuhan menciptakan makhluk berpasangan tidak sama jumlahnya. Kalau anda mau berbincang dengan peternak bebek petelur dan anda tanyakan kepadanya apakah satu ekor bebek berpasangan hanya dengan satu ekor betina saja? Dan anda akan mendapat jawaban bahwa satu ekor bebek jantan akan berpasangan dengan banyak betina sampai 100 ekor betina, kenapa karena Tuhan menciptakannya seperti itu bebek betina lebih banyak lahir dibandingkan dengan bebek jantan. 

Kita beralih ke dunia hewan liar, di film-film National Geography kita bisa menyaksikan hewan singa. Singa-singa betina bekerja secara tim untuk mempertahan wilayah dan berburu agar tetap bisa eksis, dan uniknya lagi singa-singa betina itu hanya dipimpin dan kawin dengan satu ekor singa jantan. 

Kita berpindah ke hewan yang lebih mirip dengan manusia, yakni hewan gorila yang kecerdasan hewan ini mendekati manusia. Di kalangan gorila pun demikian, satu gorila jantan yang dominan akan mengawini semua betina, dan gorila jantan lainnya harus tunduk di bawah perintahnya, atau kalau mau memisahkan diri dan membentuk kelompok tersendiri. Begitulah bukti-bukti yang ada di dunia ini, Tuhan menciptakan berpasangan itu bukan dalam pengertian satu perempuan dengan satu laki-laki atau satu jantan hanya untuk satu betina. 

Dengan bukti-bukti ini pun ternyata tak cukup kekuatan untuk melawan pendapat yang mengatakan berpasangan itu hanya untuk satu perempuan dengan satu laki-laki, dan mereka mencontohkan hewan lain seperti merpati dan elang. Baik mari kita coba lihat sedikit kehidupan kedua hewan ini di alam liar. 

Hewan-hewan seperti merpati dan elang ini di alam liar bukanlah hewan yang bersosialisasi atau hidup secara berkelompok. Merpati dan elang meski terlihat hidup bersama-sama dalam satu kawanan namun pada dasarnya mereka bukan hewan sosial, merpati dan elang tidak akan pernah berbagi dengan burung lain yang bukan pasangannya walau sama jenisnya. Berbeda dengan hewan seperti gorila yang hidup secara berkelompok dan bersosialisasi. 

Di dalam kelompok gorila atau pun singa ada struktur kepemimpinan sedang di dalam kawanan burung merpati dan elang tidak dikenal adanya struktur kepemimpinan. Dengan adanya struktur kepemimpinan ini, maka kehidupan gorila dan singa itu lebih mirip dengan kehidupan manusia yang juga Tuhan menciptakan jenis perempuan itu lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dan di kalangan manusia struktur kepemimpinan jauh lebih rumit di bandingkan dunia hewan.

Sebelum membahas tentang konsep kesetiaan, mari kita dalami mengapa ada banyak orang berpendapat bahwa yang namanya pasangan itu harus satu laki-laki dengan satu perempuan, dan apakah benar bahwa itu pendapat mereka atas kesadaran diri atau karena sebab adanya tekanan dan keserakahan atau rasa egois yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun