Mohon tunggu...
Trisno S. Sutanto
Trisno S. Sutanto Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang yang selalu gelisah dan mencari

Setelah lama "nyantri" di STF Driyarkara, menjadi penulis lepas untuk berbagai media dan terlibat dalam gerakan antar-iman. Esai-esai terpilihnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam buku "Politik Kebinekaan: Esai-esai Terpilih", oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, Desember 2021.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bahasa

3 Juni 2022   11:52 Diperbarui: 3 Juni 2022   12:16 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: awakingheart.com

Persis dalam artian itu, tuturan Lukas terasa sangat gayut dengan persoalan yang kita hadapi, baik dalam hidup menggereja maupun sebagai bangsa. Dahulu pernah dibayangkan bahwa Gereja Kristen Yang Esa (GKYE) adalah semacam peleburan dari seluruh tradisi gereja-gereja Protestan di Indonesia yang membentuk sejenis super church yang tunggal. Namun, pengalaman mengajarkan, bukan keesaan semacam itu yang mungkin dicapai, melainkan keesaan dalam panggilan bersama, proses saling menerima dan menghargai, serta pemahaman bersama pengakuan iman ekumenis yang diwarisi sejak zaman gereja awal mula.

Begitu juga dalam proses membangsa. Kita mewarisi sejarah panjang bagaimana keanekaragaman (kebinekaan) dinafikan demi kesatuan (ketunggalikaan). Akan tetapi, kini kita makin sadar, upaya tersebut hanya akan menghancurkan  identitas kita sebagai bangsa yang majemuk. Dan kita harus menempuh kembali jalan panjang dan berliku, yang makin diperumit oleh polarisasi sebagai akibat politik busuk para elite, untuk menemukan kembali keesaan dalam kepelbagaian, Bhinneka Tunggal Ika. Bukankah tanpa ketunggal-ikaan, maka kebhinekaan hanya berarti perpecahan? Namun, tanpa kebhinekaan, ketunggal-ikaan hanya berarti penyeragaman yang memuakkan?

Karena itu, saya sering merasa, Indonesia adalah "laboratorium Pentakosta" paling menakjubkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun