Oleh: Tri Handoyo
Rencana sebetulnya mau naik kereta ke Jakarta, tapi karena naik kereta harus menjalani tes swap lebih dulu, maka aku terpaksa memilih naik bus. Pengalaman ke Jakarta dengan bus yang pertama kali.
Dari Jombang, aku menunggu bus patas yang dari Surabaya menuju Jogja. Sudah ada setengah jam aku di halte. Belum ada patas yang lewat.
Biasanya banyak. Sepengetahuanku. Tapi mungkin karena saat itu ada pandemi, banyak armada bus yang tidak dioperasikan. Beberapa kali bus yang bukan patas melintas dan tampak dalam keadaan banyak kursi yang kosong.
'Kalau ada lagi yang lewat, aku akan naik!' pikirku mengambil keputusan tegas. Kalau sampai isya' belum dapat bus, tiba di Jogja nanti akan kemalaman.
Tidak lama kemudian sebuah bus muncul di tikungan. Aku berdiri di pinggir jalan agar bisa melihat lebih jelas tulisan di kaca depan.
"Solo..! Solo..!" teriak kondektur dari jendela kaca yang separuh terbuka.
Aku melambaikan tangan memberi kode untuk ikut. Terpaksa ke Solo dulu, nanti sampai sana gampang cari bus menuju Jogja.
Bus ekonomi bertuliskan "Full AC". Sebetulnya tidak beda jauh dengan bus patas. Apalagi penumpangnya juga tidak penuh. Coba dari tadi aku tidak pilih patas, aku tidak akan memboroskan waktu di halte.
Aku mengarahkan pandangan keluar. Gelap telah sempurna. Tampak pemandangan pepohonan yang serba hitam, seolah berlari di tepi jalan.
Terdengar dialog supir bus dan kondektur tentang keadaan akhir-akhir ini yang membuat mereka susah. Mereka membicarakan soal teman-teman supir yang memilih tidak jalan akibat berkurangnya jumlah penumpang. Setelah dipotong biaya setoran dan biaya bahan bakar, menyisahkan pendapatan yang sangat kecil untuk nafkah keluarga, lalu memilih istirahat.