Setelah mencermati fenomena ini, kemudian timbul pertanyaan : akankah predikat kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) tetap tersemat pada tindak pidana korupsi? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita bersama-sama melihat sejauh mana panji-panji pemberantasan korupsi berkibar gagah di langit Ibu Pertiwi!
Korupsi : Pelan tapi Mematikan !
Korupsi ternyata tidak hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki derajad dan pangkat sebagai pejabat. Korupsi bisa terjadi di semua sektor, baik sektor publik maupun privat. Atau, bisa juga terjadi di lembaga negara maupun di lembaga swasta, tanpa memandang besar dan kecilnya lembaga tersebut.
Siapa pun bisa melakukan korupsi dan bisa menjadi korban korupsi. Contoh yang sederhana adalah ketika siapapun itu melanggar disiplin waktu secara sengaja, maka dia telah melakukan korupsi waktu. Atau coba bayangkan, seandainya kita sebagai anggota sebuah koperasi yang melakukan simpan pinjam di koperasi tersebut.
Tentu setiap bulan gaji kita dipotong sampai dengan pinjaman kita lunas. Namun, ternyata ada oknum yang secara ugal-ugalan menggunakan uang-uang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Ini sudah pasti korupsi! Atau, ketika para karyawan sebuah perusahaan sedang berjuang mati-matian memperbaiki kesejahteraan mereka, ternyata ada salah satu oknum yang secara biadab menggunakan uang perusahaan untuk memperkaya diri. Ini juga benar-benar korupsi !!!
Di dalam sebuah lembaga, para koruptor ibarat tikus yang memanfaatkan kesempatan untuk menggerogoti pundi-pundi keuangan lembaga demi memuaskan nafsu duniawi mereka. Bagi lembaga, korupsi akan menciptakan dampak pelemahan kelembagaan.
Semakin marak korupsi di suatu lembaga, maka akan semakin rendah pula kinerja perekonomian lembaga tersebut. Hal ini tentu pelan tapi pasti akan berdampak pada kesejahteraan orang-orang yang berlindung di bawah lembaga tersebut.
Pun demikian bagi lembaga negara. Bagi lembaga negara, tingginya tingkat korupsi dalam negara akan berdampak pada rendahnya kesejahteraan suatu bangsa (terjadi kemiskinan). Berbagai penelitian ilmiah mendukung hasil analisis ini.
Dengan demikian, jika tindak pidana korupsi masih dipandang sebelah mata, maka sama halnya sedang memelihara tikus di dalam lumbung padi. Pelan tapi pasti, padi-padi itu akan habis untuk memenuhi isi perut dan nafsu duniawi para tikus. Pada akhirnya, lumbung itu akan kosong dan akan terjadi kemiskinan dan kelaparan. Korupsi : pelan tapi mematikan ! Mematikan kualitas kehidupan dan mematikan kehidupan itu sendiri.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Kofi Atta Annan, mantan Sekjen PBB ke-7 (1997 – 2006), mendeskripsikan dampak korupsi sebagai berikut.
“Korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun mematikan, menciptakan kerusakan yang sangat luas di masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak azasi manusia, mendistorsi perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan organisasi kriminal, terorisme dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang.”
Korupsi : Penyimpangan dari Kesucian
Korupsi, dalam Kamus Oxford, mengandung pengertian kejahatan atau penyimpangan integritas akibat tindakan penyuapan (because of taking bribes); dan perilaku tidak bermoral yang menyimpang dari kesucian (immoral). Satu kata kunci yang sangat mendasar dalam pengertian korupsi tersebut adalah “penyimpangan integritas dan kesucian”.