Mohon tunggu...
T Richard
T Richard Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa FK UNAIR

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontra akan Pemerataan Pendidikan Bermutu di Indonesia

24 Agustus 2023   23:05 Diperbarui: 24 Agustus 2023   23:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kontra akan Pemerataan Pendidikan di Indonesia

Menurut HDI, Indonesia masih termasuk negara berkembang. HDI di Indonesia pada tahun 2022 masih berada pada angka 72,91, sedangkan rata" negara yang sudah maju memiliki HDI 8. Mengapa Indonesia masih memiliki HDI yang belum cukup? Penilaian HDI memiliki 3 indikator, salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan di Indonesia masih belum bisa tergolong maju, mengapa? Salah satu penyebabnya adalah Indonesia negara yang sangat luas. Beberapa pendidikan di tempat terpencil atau di luar kota masih kurang memadai. Tingkat kecerdasan di beberapa daerah atau tempat terpencil masih ada yang tergolong rendah. Seperti yang kita ketahui, pendidikan merupakan hal terpenting yang harus selalu ditingkatkan seiring waktu. Tingkat pendidikan di suatu negara dapat menunjukkan citra dari negara tersebut. Masa depan suatu negara ditentukan dari kualitas anak bangsa.

Untuk mengatasi permasalahan itu Indonesia mulai menerapkan sistem pemerataan pendidikan yang baru. Pada tahun 2019, Indonesia menerapkan sistem zonasi untuk PPDB dengan tujuan meningkatkan pemerataan pendidikan di Indonesia. Sistem zonasi ini mengatur penerimaan peserta didik berdasarkan jarak sekolah dengan tempat tinggal peserta didik. Apa itu sistem zonasi? Dalam pemberlakuan kebijakan zonasi di Indonesia penerimaan peserta didik baru haruslah berpaku pada : pertama, Jarak tempat tinggal calon peserta didik ke sekolah haruslah sesuai dengan ketentuan zonasi, kedua, nilai hasil UN (bagi lulusan SMP) dan ketiga, prestasi peserta didik itu sendiri. Zonasi muncul akibat munculnya keluhan dari orangtua murid yang merasa tersisihkan akibat sekolah yang hendak di masuki lebih mengutamakan nilai yang bagus sehingga mengakibatkan anaknya kalah dengan anak lain yang memiliki nilai yang lebih tinggi dan sesuai kriteria yang diinginkan oleh sekolah tersebut. Sehingga mereka harus mencari sekolah lain yang bisa menerimanya dengan konsekuensinya jarak tempuh dari rumah menuju sekolah lumayan jauh, atau orangtua peserta didik terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang mana sekolah swasta lebih memakan biaya daripada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, untuk masyarakat yang memiliki kondisi ekonomi yang rendah tentunya hal ini menjadi beban bagi mereka. ( Sumber : https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://journalstkippgrisitubondo.ac.id/index.php/EDUSAINTEK/article/download/46/56&ved=2ahUKEwjptZ_I0eyAAxX6SWwGHVqpD6kQFnoECCgQAQ&usg=AOvVaw2YkrDf12hKZmjUaErdevkA )

Sistem zonasi ini menuai cukup banyak kontra dari masyarakat, terkhususnya karena bagi siswa yang memiliki jarak yang jauh dari tempat tinggal dengan sekolah yang ingin dituju, maka akan sangat susah untuk bisa diterima di sekolah yang diinginkan. Salah satu contohnya adalah anak dari Ronny Mustamu. Padahal, nilai rata-rata anaknya tergolong sangat tinggi. "Untuk diketahui, anak saya dengan nilai UN 378 (rerata 94,5) ditolak masuk SMAN 5 Surabaya dengan alasan jarak rumah atau alamatnya terlalu jauh (3.420 meter)," katanya.

Sebaliknya, menurut Ronny, ada anak yang rata-rata UN-nya hanya 49,12 malah diterima di SMAN 5. "Hanya karena jarak rumahnya 251 meter dari sekolah," ungkapnya. (Sumber : https://radarsurabaya.jawapos.com/jatim/amp/77961872/dampak-ppdb-sistem-zonasi-1131-siswa-cerdas-gagal-masuk-sma-negeri )

Sistem ini cukup merugikan bagi anak-anak yang memang sudah bekerja keras, melakukan yang terbaik untuk bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Mereka harus rela tersingkir oleh anak-anak dengan nilai rendah yang mempunyai tempat tinggal dekat dengan sekolah tersebut. Selain itu, penerapan sistem zonasi dinilai belum matang dan tidak cocok diberlakukan terlebih dahulu karena persebaran SMA Negeri di Surabaya belum merata. Hingga tahun 2023 ini, persebaran sekolah negeri di Surabaya belum tertangani. Bahkan, Anggota DPRD Jatim, Jordan Batara Goa menjelaskan, sistem zonasi tidak sesuai dengan kondisi eksisting SMA di Kota Surabaya. "Ada kecamatan yang wilayahnya sampai terkumpul ada 6 SMA. Namun ada pula 16 kecamatan yang tidak memiliki SMA Negeri sama sekali. Artinya, sekolah SMA ini memang tidak merata," ucap Jordan. ( Sumber : https://jatimnow.com/amp/baca-60054-persebaran-sekolah-tidak-merata-sistem-zonasi-ppdb-tidak-cocok-diterapkan )

Dari semua hal yang ada, semestinya pemerintah melakukan survey mendalam terlebih dahulu terhadap persebaran sekolah yang ada sebelum mengimplementasikan sistem zonasi. Selain melakukan survey, untuk menangani pemerataan pendidikan yang sudah terlanjur menggunakan sistem zonasi, pemerintah harus siap untuk segera melatih guru dan membangun sekolah baru di daerah yang kekurangan. Bukan hal yang mudah untuk dilakukan dalam jangka pendek, tetapi tetap harus diusahakan secepatnya agar permasalahan persebaran sekolah cepat selesai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun