Essi 204 -- Kota Biasa vs Kota Mega Siapa Yang Berjaya?
Tri Budhi Sastrio
Dengan hanya tersisa dua maka pemenang
   utamanya sudah tentu harus ada.
Yang menjadi pertanyaan sekarang siapa sih
   yang bakal berjaya di DKI Jaya,
Apakah para cowboy yang dari kota biasa atau
   cowboy pasangan kota mega?
Putaran pertama pilkada sebenarnya telah
   menunjukkan gejala dan pertanda,
Siapa yang akan berjaya jadi juara, tapi seperti
   kata pepatah, awan dan mega
Selalu simpan banyak rahasia, kapan turun hujan
   atau kapan berlalu begitu saja,
Sulit ditebak karena memang bisa berubah kapan
   saja, tergantung bayu cakra.
Yang kotak-kotak bisa saja tetap berjaya seperti
   hasil pada putaran pertama,
Tetapi adalah juga bisa si kumis melenggang
   kembali masuk balai kota mega.
Singkat kata ada banyak pintu dan jendela yang
   dipastikan tetap akan terbuka,
Hanya siapa yang mendapat dorongan agar
   langkahnya cepat seringan mega,
Tetap masih menjadi tanda tanya, apalagi debat
   terbuka peragaan keduanya,
Eh ternyata sama-sama tidak sabaran, pantang
   disindir apalagi direndah hina.
Padahal seperti kata para bijaksana, mereka
   yang tetap senyum riang gembira
Manakala lecehan dan serangan hina menerpa
   tidak hanya wajah dan telinga
Tetapi juga martabat jiwa, yang akan menerima
   berkah karunia rakyat jelata.
Sayang, keduanya sama-sama asyik membalas
   sindir cerca ... yah kok bisa?
Tetapi itulah fakta dan realita yang tentu disaksikan
   bersama warga Jakarta.
Kamis Pahing 4 Besar penangggalan Jawa,
   5 Peh Gwee penanggalan Cina,
Nasib keduanya akan segera ditentukan oleh
   tangan kanan warga ibu kota,
Ke arah mana paku pencoblos lebih banyak
   diarahkan, maka itulah hasilnya.
Jika pasangan dari kota biasa yang banyak
   memperoleh suara umpamanya,
Maka Jakarta akan segera punya banyak kampung
   deret buah karya mereka.
Jika pasangan kota mega yang berjaya, maka
   kawasan pantai utara Jakarta,
Akan segera mempunyai bendungan raksasa
   penahan gempuran laut Jawa.
Mana yang lebih tinggi urgensinya ... yah tentu saja
   sama-sama pentingnya.
Maka dari itu, siapa saja pemenangnya, mereka
   bisa laksanakan keduanya,
Kampung deret dibangun, bendungan raksasa
   juga bagus bila dimulai segera.
Singkat kata, program mereka berdua ya milik
   bersama, milik warga ibu kota.
Lalu bagaimana dengan kartu sehat bagi semua
   warga rawat inap kelas tiga?
Wah ... kalau yang ini proyek raksasa, penunjangnya
   juga harus mega dana.
Semoga saja janji yang layaknya angin surga
   ini tidak dijegal sesama kolega,
Sehingga walau dana tersedia, tetapi kalau para
   wakil warga tak seia-sekata,
Bisa saja janji mulia berakhir di mega-mega angkasa,
  hanya sedap di telinga
Tetapi tak bisa diraih oleh siapa-siapa ... yah semoga
   saja lancar dah semua.
Yang paling sulit tentu saja transportasi darat dan
   macet yang jadi ikutannya.
Dua calon sama-sama berjanji atasi kemacetan
   ibukota, sedangkan caranya?
Tidak terlalu jauh berbeda tetapi seperti yang telah
   ditunjukkan sebelumnya,
Kemacetan jelas tak mudah diurai, dikurangi,
   apalagi dihilangkan begitu saja.
Jalan terbatas, angkutan umum tak jelas, hampir
   tak terbatas jumlah pengguna,
Lalu bagaimana bisa tak macet jika tiga faktor ini
   tetap saja seperti sedia kala?
Yang ditawarkan baik yang dari kota biasa maupun
   yang dari kota nan mega
Sama-sama bisa dilaksana, hanya saja seperti
   yang telah menjadi fakta realita,
Pasti tidak semudah yang diduga, perlu waktu lama,
   hasilnya belum tentu ada.
Analisis awamnya sederhana, jalan yang terbatas
   sebagai faktor yang pertama,
Jika ingin ditambah sedikit saja, diperlukan biaya
   yang bukan main besarnya.
Mengapa? Karena memang harus naik ke udara,
   jalan layang istilah kerennya.
Pertanyaannya seberapa banyak tingkatan
   jalan layang yang bisa mengudara?
Kalau cuma dua walau mahal mungkin masih bisa,
   tetapi jika tingkatannya tiga,
Apalagi empat sampai lima, mungkin teknologinya
  ada tetapi dananya sabar ya.
Singkat kata, pada faktor pertama hanya sedikit saja
   ruang gerak yang tersedia.
Bagaimana faktor kedua, moda angkutan umum,
   apa yang besar kapasitasnya,
Atau yang kecil-kecil saja, dan juga apakah
   sama-sama harus melintas di udara?
Angkutan massal besar kapasitas memang pilihan
   utama dan otoritas pengelola
Juga penting untuk segera dibentuk dan bekerja,
   tetapi janganlah minta seketika.
Sekarang dibentuk, tahun ini juga masalah
   transportasi Jakarta beres semua.
Pasti tidak, dan pasti pula macet akan tetap akrab
   di mana-mana, hanya saja
Jika arah kebijakannya tepat guna, mungkin masa
   panca warsa jauh ke muka
Akan ada perubahan bermakna, mobilitas tetap    Â
   terjaga sementara macetnya
Mungkin akan sedikit berkurang sehingga banyak
   juga yang bisa bernafas lega.
Lalu bagaimana dengan jumlah pengguna yang
   rasanya banyak tak terhingga?
Ini memang yang paling pelik dari semuanya
   karena menyangkut diri manusia.
Motor dan mobilnya saja sulit dijaga, apalagi
   yang punya, susahnya tak terkira.
Realitanya kurang lebih seperti ini diorama,
   yang dari selatan bergerak ke utara,
Ya orangnya, ya mobilnya ... mereka yang
   bermukim di timur pergi ke barat daya,
Ya motornya, ya boncengannya ... yang dari tengah
   melintaslah ke mana-mana,
Singkat kata mereka laksana banteng gila saling
   melintas semua jalanan ibukota
Barat timur selatan utara, barat timur laut semua,
   barat daya sampai ke tenggara,
Lengkap sudah semua jalanan dijelajahi penduduk
   Jakarta, nah inilah anehnya.
Seandainya saja, orang selatan bekerja di selatan,
   orang utara berada di utara,
Pasti dah jalanan tengah kota akan berkurang
   bebannya, tetapi bagaimana bisa?
Lalu siapa yang mampu mengaturnya, apalagi kan
   sudah jelas mustahil namanya.
Ini manusia ... manusia yang tentu saja bebas
   memilih rumah dan tempat kerja.
Jika saja ... sayangnya memang hanya jika saja,
   separuh penduduk kota Jakarta
Bisa dibuang ke Pulau Seribu sana, mana siapa saja
   gubernurnya, pastilah bisa
Hilangkan kemacetan ibukota, kemudian yang
   separuh lagi dikirim saja ke Papua
Maka ... ha ... ha ... ha ... Jakarta cantik mempesona,
   Papua pun jadi sejahtera ...
Tetapi gubernur macam mana yang bisa laksanakan
   ini ide gila ... pasti tak ada.
Singkat kata mengurangi jumlah manusia penduduk
   Jakarta pasti hanyalah bisa
Dilakukan oleh gubernur yang dewa, yang otoritas
   dan kuasanya sampai angkasa.
Karena dua calon ini jelas bukanlah dewa, otoritas
   dan kuasanya juga biasa saja,
Maka harus dianggap percuma dan tidak mungkin
   bisa jadikan penduduk Jakarta
Tinggal seperempatnya saja ... dua belas juta ya
   dua belas juta ... tambah bisa,
Kalau berkurang begitu saja yah ... mungkin hanya
   bencana dahsyat luar biasa,
Seperti tsunami selat Sunda yang menyapu seluruh
   pantai bagian utara Jawa,
Termasuk ibukota Jakarta, yang bisa
   melaksanakannya, tetapi gaya bencana
Jelas bukan harapan manusia waras Indonesia ...
   hindarkan kami dari petaka
Dan bencana adalah inti harapan dan doa manusia
   kepada yang mahakuasa.
Jakarta akan tetap Jakarta, gubernur baru mengubah
   sedikit sudah pasti bisa,
Tetapi drastis fundamental mungkin tidak lebih dari
   sekedar harapan cita-cita.
Maka jika nanti terbukti pasangan mega kalah dari
   pasangan yang kota biasa,
Pastilah penyebab utama berkaitan sangat erat
   dengan partai pengusungnya
Yang tatto aroma korupsi pejabatnya merebak
   dan terpampang di mana-mana.
Bukan yang lainnya seperti yang telah diprediksi
   dan diramalkan sebelumnya.
Â
Essi nomor 204 -- SDA18092012 -- 087853451949