Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Puisi Rumah Bambu

13 Maret 2021   05:45 Diperbarui: 13 Maret 2021   06:12 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wikiart.org/abdullah-suriosubroto

Laki-laki itu bertelanjang dada. Butir-butir keringat di punggung berkilauan seperti mutiara ditimpa sinar matahari. Matanya yang bersinar cemerlang seakan selalu tersenyum pada dunia ini. Memang mengherankan mata laki-laki ini. Selain indah juga seperti tersenyum, tidak kalah manis dengan senyum bibirnya. Tidak banyak orang bisa tersenyum dengan matanya dan di antara yang tidak banyak ini, jelas laki-laki yang masih muda ini, salah satu di antaranya.

"Alam begini segar dan begini indah, sayang tidak semurni seperti dulu," gumamnya, sedangkan paras mukanya tiba-tiba saja berubah murung, seperti menyesali keadaan alam sekitar. Laki-laki itu membalikkan badan perlahan, seakan ingin menyelaraskan makna gumamannya dengan keadaan sebenarnya.

Warna hijau dan warna coklat terpampang jelas di depannya sekarang.

"Seandainya seluruh tanah di depanku ini berwarna hijau semua, ah, alangkah senangnya!" laki-laki itu melanjutkan gumamannya. Paras wajahnya yang tadi murung dengan cepat berubah ceria lagi. Sedangkan matanya kembali tersenyum.

"Anak-anak burung mencicit di pagi hari memberitakan pada induknya kalau mereka lapar ditingkah oleh kilauan embun pagi yang mulai mengucapkan  salam selamat tinggal. Sebagian memang sudah tidak  tampak, sebagian lagi memang masih ada," katanya mengangguk-angguk pada dirinya sendiri, "Tetapi tidak sebanyak dulu lagi. Ah, untung engkau peramah, Alam! Kalau tidak, apa jadinya dengan mereka! Kemurkaanmu adalah sama dengan kebinasaan bagi mereka yang tidak tahu diuntung itu."

Laki-laki itu berkacak pinggang sekarang. Senyum di matanya tetap mempersona, sementara bibirnya ikut-ikutan tersenyum sekarang.

"Cuma mereka tampaknya tahu diri juga. Mereka telah pergi jauh sekarang, meskipun ...." Kembali wajahnya murung, "mereka pergi ke sana juga untuk merusak."

Sampai tiga kali laki-laki itu menggelengkan kepala.

"Mereka tidak pernah menghargaimu, Alam! Mereka cuma bisa memanfaatkanmu, dan sekali-sekali mengumpat bahwa engkau tidak memberikan kepada mereka sesuatu seperti yang diharapkan. Padahal, engkau adalah pemberi nomor satu di jagad ini. Engkau tidak pernah menolak memberikan apa yang engkau miliki, selama mereka mengambilnya dengan cara yang benar. Sayangnya mereka selalu menggunakan cara yang salah. Hmm, mungkin engkau sendiri akan bertanya padaku, dari mana manusia mengetahui cara yang benar itu? Tidak usah engkau bela orang-orang tidak tahu diri itu, Alam sahabatku! Mereka tahu, mana cara yang benar dan mana cara yang salah."

Laki-laki itu berhenti berkata. Dadanya yang bidang bergerak naik turun. Matanya mencorong tajam sekarang. Tidak murung juga tidak tersenyum. Mata itu terasa seperti menantang sekarang.

"Mereka tahu dengan jelas, apa yang benar dan apa yang salah. Engkau sendiri mungkin heran, kalau mereka tahu mana yang salah dan mana yang benar, tetapi mengapa mereka terus nekad mengambil dengan cara yang salah? Engkau pasti pura-pura tidak tahu kalau bertanya seperti itu. Engkau pasti tahu apa yang mendasari semua tindakan manusia-manusia bejat itu, Alam sahabatku. Keserakahan! Ya, mereka serakah. Mereka selalu tidak puas dengan kewajaran. Mereka selalu ingin lebih, meskipun untuk ini berarti mempercepat kemusnahan mereka sendiri. Bah ...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun