Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Kontemporer: Ketika Sang Bajingan Harus Masuk Sorga

4 Maret 2021   10:23 Diperbarui: 4 Maret 2021   10:50 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.1st-art-gallery.com/William-Adolphe-Bouguereau/A-Soul-Brought-To-Heaven-1878.html

"Hukuman yang harus engkau terima tertera dalam buku ini," Hakim Khusus memberi pengantar.

"Maksud Yang Mulia jumlah hukuman yang harus saya terima setebal itu?"

"Ya, benar! Satu kejahatan yang, katakan saja beratnya 1 kilogram, maka hukumannya bisa berpuluh-puluh kilogram beratnya mengingat akibat kejahatan yang ditimbulkannya bisa berantai. Ambil saja contoh perbuatanmu pada tanggal 24 Januari 1999 yang baru lalu. Engkau merampas begitu saja gelang yang dibawa oleh seorang pembantu rumah tangga. Akibatnya, pembantu ini dipecat oleh majikannya, dia kemudian dipermalukan karena tidak mampu membayar arisan, tiga orang anaknya di desa terpaksa putus sekolah  dan bukan itu saja, anak yang tertua terpaksa mencuri, tertangkap, patah tangan dan kakinya dihajar orang banyak. Dia mencuri karena ingin membantu ibunya menyekolahkan adik-adiknya. Seandainya engkau tidak merampas kalung yang dibawa sang ibu, mungkin anak ini tidak akan mencuri dan tidak akan babak belur dihajar orang banyak. Kemudian anak yang kedua terpaksa menjadi pengemis, dan kemudian mendapat perlakuan tidak senonoh. Anak yang lain shok berat karena tidak dapat menerima bahwa dia harus begitu saja berhenti sekolah. Masa depan ketiganya jelas amat sangat suram, penyebabnya adalah perbuatan dirimu. Artinya, segala kejahatan yang mungkin timbul dan diderita oleh tiga anak ini tetap akan menjadi tanggung jawabmu."

"Maksud Yang Mulia, meskipun saya telah mati saya tetap harus bertanggung jawab terhadap perbuatan yang saya lakukan semasa hidup dulu?" tanya Putu Antar.

"Jelas, dong!" tukas Hakim Khusus dengan cepat. "Itulah sebabnya buku catatan hukuman pada banyak orang akan terus menebal seiring dengan semakin jelasnya akibat-akibat tindakan yang dilakukan dulu!"

Putu Antar menunduk. Dia tahu konsep ini, tetapi sama sekali tidak diduganya bahwa konsep tersebut  ternyata benar-benar diterapkan di sini.

"Sekarang kau bersiap-siap untuk mendengarkan hukuman yang harus kau jalankan di neraka lengkap dengan rinciannya. Yang pertama ..."

Tetapi belum sempat kalimat yang ini diselesaikan, tiba-tiba tambur di luar pintu persidangan berbunyi gemuruh. Hakim Khusus berhenti, berdiri dan segera melangkah ke depan. Ternyata seseorang dengan pakaian berkilap melangkah masuk. Tangannya membawa segulung kertas titah.

"Perintah dari Yang Mahaagung!" katanya sambil tetap melangkah. Hakim Khusus membungkuk dan dengan hormat menerima kertas gulungan titah. "Engkau harus membacanya sekarang, kemudian aku akan menyampaikan perintah yang sama pada beberapa bagian di neraka ini."

"Hamba siap melaksanakan perintah," kata Hakim Khusus sambil menerima gulungan kertas titah.

Gulungan kertas dibuka, dibaca dan sesaat kemudian dikembalikan pada sang Pembawa Titah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun