Kasidi 272 Kumbakarna                                      Â
Semangat nasionalisme anak-anak muda dan mungkin juga semua orang tentu melonjak dan berkobar-kobar pada peringatan momen penting perjalanan berbangsa dan bernegara. Momen Sumpah Pemuda juga tidak berbeda. Hanya saja semangat semacam ini mudah menanjak tetapi mudah juga anjlok. Ini adalah hal biasa, bahkan contoh kisah dalam karya sastra papan atas pun nasibnya sama.
Menggelegar saat dibaca lalu senyap dalam dunia realita. Ini contohnya. Setelah kewalahan menghadapi serbuan wanara yang ingin merebut kembali Sinta, Rahwana memutuskan untuk minta bantuan Kumbakarna, kakaknya, yang sedang bertapa. Berhasil dibujuk pertapa yang juga raksasa ini berhasil memporak-porandakan pasukan wanara sehingga akhirnya harus Rama sendiri yang turun tangan.
Rama yakin dapat mengalahkan Kumbakarna tetapi karena penasaran dia bertanya. Wahai Resi yang bijaksana, engkau tentu tahu bahwa adikmu Rahwana menculik istriku, lalu mengapa engkau membelanya? Ingat aku mampu membunuhmu.
Kumbakarna dengan mantap menjawab. Aku tidak maju ke medan perang untuk membela kesalahan adikku. Aku maju karena membela negara yang sedang diserang, dan membela Rahwana sebagai adikku. Aku sama sekali tidak pernah membela kesalahannya.
Sebuah jawaban yang boleh juga, meskipun Kasidi sadar tentu ada yang angguk-angguk setuju, ada juga yang akan geleng-geleng tanda heran. Analogi paling anyar dapat dikaitkan dengan Dahlan Iskan yang berkali-kali tidak ada yang berani menyidik dan menahan sampai akhirnya ada yang berani. Apakah koran milik taipan ini juga menggunakan kiat yang sama, bukan membela kesalahan yang tampaknya memang ada dan banyak melainkan membela karena dia bos dan pemilik?
Ha ha ha ... ya silahkan dipersepsikan sendiri setelah menyimak MomentumDahlan.Com tempat sang taipan mencurahkan 'kejujuran dan ketidakjujurannya'. Kasidi no. 272 - - tbs/sda - 29102016