Kasidi 297 Â Sumpah dan Kutuk
Sumpah dan kutuk, walau kadang tidak disuka tetapi dua hal ini dapat ditemui pada hampir semua peradaban dan kebudayaan. Kisah Mahabharata, Bharatayudha, Ramayana, dan masih banyak lagi, umpamanya, dipenuhi jalinan sumpah dan kutuk. membuat alur dan konfliknya terangkai dengan baik dan memperoleh landasan serta latar belakang yang cocok.
Kisah Adipati Karna dan Dewi Drupadi dapat dijadikan contohnya. Karna yang hampir saja memenangkan sayembara di Kerajaan Pancala, mendapat penolakan dari Dewi Drupadi, karena putri ini tidak ingin dipersunting oleh anak tukang kusir. Karna yang menyimpan dendam dan sakit hati di kemudian hari menyebut wanita yang bersuami lima tidak pantas disebut sebagai istri melainkan wanita tuna susila.
Ucapan yang menyakitkan ini dibalas dengan sumpah oleh Arjuna, suami ketiga Drupadi. Sumpah Arjuna dapat dipenuhi karena sebelumnya ada dua kutuk yang ditimpakan oleh Parasurama dan seorang Brahmana, serta usaha Dewa Indra - ayah Arjuna - yang meminta baju perang dan anting-anting yang ternyata sukses.
 Walaupun Karna memperoleh Konta yang sangat sakti sebagai pengganti tetapi pusaka ini terpaksa digunakan untuk membunuh Gatotkaca yang juga dikutuk oleh pamannya sendiri.
 Akibatnya Konta tidak dapat digunakan untuk membunuh Arjuna. Konta walau sangat sakti, yang diarah pasti mati, tetapi hanya dapat digunakan sekali. Setelah digunakan senjata ini tidak dapat digunakan lagi Â
Demikianlah sumpah dan kutuk mewarnai perjalanan hidup dan peradaban manusia. Lalu bagaimana dengan kehidupan dan peradaban manusia modern jaman sekarang? Kasidi merasa sumpah dan kutukan masih ada. Mungkin tidak sevulgar jaman dulu tetapi siapa yang bisa melarang orang menyumpah dan mengutuk? Melarang orang mungkin sulit tetapi melarang diri sendiri pantas dicoba dengan menggunakan sifat rendah hati dan murah hati. Jangan menyumpah juga jangan mengutuk. Kedua hal ini tidak berkenan pada Allah. Kasidi no. 297 - tbs/sda -- 21112016