Mohon tunggu...
Severus Trianto
Severus Trianto Mohon Tunggu... Dosen - Mari membaca agar kita dapat menafsirkan dunia (W. Tukhul)

mengembalikan kata pada dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendadak Santun (atawa Kisah Bibir Seorang Pejabat)

18 Mei 2017   22:04 Diperbarui: 18 Mei 2017   22:22 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam memainkan orkestra senyapnya. Langit mendung tanpa bintang dan sendu lampu jalanan menjadi latarnya. Di dalam sebuah istana berbenteng, tidur terlelap seorang pejabat. Seiring dengan gerak naik  turun kumpulan lemak yang menimbun perutnya, bunyi dengkuran menyelinap keluar secara teratur dari balik kedua bibir tebalnya yang rapat terkatup. 

Seketika, matanya berkejut-kejut, tanda sang pejabat sedang memasuki tingkat paling bawah dari kesadarannya. Pada saat itulah, suara dengkuran lenyap dari udara. Hening mengisi  kamar. Tiba-tiba, kedua bibir tebal itu berkelojotan. Laksana hewan yang hendak lepas dari jeratan, begitulah sepasang bibir tebal itu hendak membebaskan diri dari kendali kesadaran sang pejabat.

"Aaaah, akhirnya lepas juga...," ucap si bibir lega.

"Dasar, kau, bibir pejabat. Betapa susahnya kau lepas dari kendali kesadaran tuanmu," balas bibir sang istri yang rupanya sudah terbebas sedari tadi. 

"Jangan bandingkan keadaanku dengan keadaan dirimu," timpal bibir tebal itu. "Puluhan tahun aku sudah dikekang untuk hanya mengeluarkan kata-kata yang disiapkan oleh tuanku. Tidak boleh salah berucap, tidak boleh salah berkata. Emosi diredam, nurani dibungkam, agar yang keluar hanyalah kata-kata yang membawa keuntungan dan keselamatan sendiri." 

Si bibir tebal diam sejenak untuk kemudian lanjut berucap," Kautahu apa akibatnya kalau tuanku, si pejabat tingkat tinggi ini, salah berbahasa? Bukan sekedar dibully habis-habisan di medsos, tapi lebih parah lagi, bisa ditendang dari kumpulannya dan kehilangan segala kemudahan serta koneksi yang sekian lama dinikmati."

"Ya, ya, ya. Aku tahu," desah bibir sang istri, mengoreksi diri," Bukanlah maksudku membandingkan keadaan kita berdua. Aku hanya prihatin melihat dirimu, sekedar jadi alat bahkan budak dari ambisi tuanmu yang pejabat itu."

"Mau apalagi," pintas bibir tebal itu."Toh aku tak bisa memilih untuk jadi bibir siapa. Takdir melekatkan keberadaanku pada wajah si pejabat gendut sialan ini."

Di luar, malam masih memainkan orkestra senyapnya. Sesekali, salak anjing memotong simponi senyap itu. Dari kejauhan, terdengar bunyi tiang listrik dipukul tiga kali. Setelah itu, senyap kembali berdendang.

Bibir tebal melanjutkan keluhannya," Aku dilatih untuk memadu hati banyak orang. Mereka akan mabuk oleh manis dan harumnya rentetan kata yang keluar dari diri ini. Tapi bersamaan dengan itu, aku juga dilatih untuk menghujamkan panah-panah kata demi membunuh karakter mereka yang jadi penghalang ambisi tuanku. Itulah aku, Srikandi yang manis dan cantik tapi sekaligus pembunuh yang handal."

"Ah, mosok bibir laki-laki kausamakan dengan Srikandi. Kau itu bibir dower Mick Jegger nan seksi..." rayu bibir sang istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun