Beberapa contoh diksi tersebut antara lain: ironis, celakanya, kacau, senjata pamungkas, kesempatan emas, memutar jarum pandangan publik, dan sebagainya. Frase-frase ini jika ditempatkan di posisi yang pas akan menambah ciamik tulisan yang kita susun.
Dalam proses editing ini, perlu juga kita mempertimbangkan syarat dan ketentuan media yang akan kita tuju. Hal ini penting, sebab sebagus apapun artikel opini kita, jika tidak sesuai ketentuan yang mereka harapkan, tulisan kita pasti akan ditolak. Ketentuan ini semisal panjang/jumlah kata, gaya penulisan, atau terkadang media tersebut hanya menerima tulisan dengan tema tertentu.
7. Freezing Time
Saya baru tahu step ini saat membaca buku ini, bahwa sebaiknya kita memberikan waktu jeda (freezing time) saat selesai menulis dan mengedit artikel opini kita. Freezing time adalah  mengendapkan tulisan dan mencoba menetralkan tulisan dari emosi kita yang masih terbawa.
Saya sendiri merasakan, saat proses menulis biasanya seorang penulis merasakan suatu ekstase yang membuat emosi kita meluap-luap. Hal ini tentu baik, namun jika tidak terkontrol bisa merusak nuansa tulisan kita. Maka, waktu jeda ini menjadi penting.
Penulis buku ini menyarankan waktu jeda selama satu hingga tiga hari untuk tulisan yang tidak terlalu urgen mengejar momentum peristiwa. Atau jika harus selesai cepat karena mempertimbangkan hype yang sedang terjadi, maka freezing time ini bisa dipersingkat dalam beberapa jam.
Jadi, tinggalkan tulisan Anda, lakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan proses menulis Anda.
8. Baca Kembali dan Minta Masukan Orang Lain
Setelah masa freezing time ini selesai, kita dianjurkan untuk membaca kembali tulisan yang sudah kita buat. Biasanya akan timbul koreksi-koreksi minor namun penting saat emosi kita sudah stabil.
Jika dirasa sudah cukup baik dalam perspektif kita sebagai penulis, langkah selanjutnya adalah meminta orang lain untuk membaca dan memberikan masukan.
Menurut Iswadi, ada tiga kategori pembaca yang perlu kita dengarkan masukannya. Pertama orang yang mengerti tentang topik yang kita tuliskan sehingga kita mendapatkan masukan secara substansi yang sedang kita kemukakan.
Kedua orang yang menguasai tentang dunia kepenulisan. Pihak seperti ini kita harapkan koreksinya terkait teknis tulis menulis (bukan substansi), termasuk kemungkinan salah tanda baca, pemotongan paragraf, dan sebagainya.
Dan yang ketiga adalah orang awam yang tidak memahami tema yang kita tuliskan. Ini penting untuk memastikan bahwa opini kita juga bisa dikonsumsi oleh orang biasa yang tidak terlalu berkecimpung terkait hal teknis tema opini kita.