Sofwan Dedy Ardyanto : Perlu Transparansi dan Optimasi Standar Pelayanan Jalan Tol !
Belum adanya keterbukaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) masih mewarnai tata kelola jalan tol. Padahal saat ini adalah era platform digital, sangat memungkinkan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) lebih mudah mewujudkan transparansi dan optimasi pelayanan publik.
Anggota DPR RI Komisi V Fraksi PDI Perjuangan Sofwan Dedy Ardyanto menekankan pentingnya informasi publik mengenai evaluasi SPM yang bisa diakses secara terbuka sebagaimana diamanatkan peraturan. Untuk itu, Sofwan mendukung pembentukan Panitia Kerja (Panja) Jalan Tol yang akan mengawasi secara lebih mendalam tata kelola, pemenuhan SPM, dan implikasi kenaikan tarif. Sofwan menegaskan bahwa pengawasan terhadap hal ini penting, mengingat dampaknya langsung dirasakan masyarakat.
Rumah Aspirasi Anggota Komisi V DPR-RI, Sofwan Dedy Ardyanto di Temanggung juga sering didatangi warga terkait dengan berbagai masalah, antara lain masalah harga ganti rugi terhadap tanah milik mereka yang dibebaskan untuk pembangunan infrastruktur jalan tol, yang ternyata masih ada yang jauh dari kelayakan. Seperti kasus lahan milik masyarakat yang dibebaskan untuk exit toll Pringsurat, yang menjadi bagian dari ruas jalan seksi 5 Temanggung - Ambarawa.
Urgensi pembentukan Panitia Kerja (Panja) Jalan Tol yang akan mengawasi secara lebih mendalam tata kelola, pemenuhan SPM, dan implikasi kenaikan tarif. Hal itu merujuk pada Pasal 51A ayat (6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, yang menyatakan bahwa hasil evaluasi SPM jalan tol merupakan informasi publik. Peran Kementerian PUPR untuk memastikan keterbukaan informasi sangat ditunggu oleh masyarakat.
Apalagi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol menegaskan bahwa pemenuhan SPM merupakan dasar utama dalam proses evaluasi usulan penyesuaian tarif tol oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Dalam Pasal 64 disebutkan bahwa BUJT yang tidak memenuhi SPM dapat dikenai sanksi, mulai dari teguran hingga pembatalan perjanjian pengusahaan jalan tol.
BUJT memang memiliki hak mengusulkan kenaikan tarif dua tahun sekali, sesuai Pasal 48 ayat (3) dan (4) UU Nomor 2 Tahun 2022, namun tetap harus berdasarkan evaluasi atas pemenuhan SPM dan pengaruh inflasi.
Transparansi dan optimasi standar pelayanan jalan tol sangat urgen, apalagi beberapa bulan yang lalu telah terjadi kenaikan tarif sejumlah ruas tol. Kenaikan tarif tol itu telah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pemerintah sebaiknya bersikap bijak dengan melakukan moratorium tarif jalan tol hingga situasi benar-benar memungkinkan. Apalagi masalah Standar Pelayanan Minimum (SPM) nya, sebagai syarat persetujuan kenaikan tarif tol masih bermasalah. Esensi SPM yang sebenarnya adalah terkait dengan keharusan yang bersifat teknis bagi kontraktor. SPM harus dipenuhi oleh pihak kontraktor tetapi tidak selayaknya dikaitkan dengan upaya untuk membebani rakyat.