Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mitigasi Erupsi Gunung Ruang dan Peran Strategis TNI AL

2 Mei 2024   20:34 Diperbarui: 2 Mei 2024   20:36 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlihat erupsi ekplosif di Gunung Ruang Kabupaten Sitaro Provinsi Sulawesi Utara (Foto HUMAS PVMBG via KOMPAS.com)

 

 

Mitigasi Erupsi Gunung Ruang dan Peran Strategis TNI AL

Gunung Ruang meletus berulang kali. Mitigasi dan antisipasi erupsi gunung tersebut perlu dipersiapkan dengan baik. Abu vulkanik erupsi menyebabkan ditutupnya operasional sementara Bandara Sam Ratulangi di Manado. Penutupan operasional bandara melalui informasi dari Notice to Airmen (NOTAM) dengan Nomor Notam: A1170/24 NOTAMR A1160/24. Berdasarkan informasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), perpanjangan penutupan Bandara Sam Ratulangi sesuai hasil pengamatan aktivitas abu vulkanik Gunung Ruang.

TNI Angkatan Laut lewat Danlantamal VIII memerintahkan unsur Lantamal VIII yaitu KRI Kakap-811 dibawah pimpinan Mayor Laut (P) Kukuh sebagai Komandan agar melaksanakan evakuasi warga Tagulandang yang terdampak erupsi. Kapal TNI AL juga digunakan untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dari Kementerian Sosial serta sejumlah bantuan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Bantuan yang dibawa TNI AL terdiri dari ribuan paket makanan, selimut, tenda, genset hingga pakaian untuk orang dewasa maupun anak-anak, yang tentu saja sangat dibutuhkan masyarakat terlebih ditengah kondisi darurat.

Sebagai solusi untuk mengatasi blokade bencana adalah lewat laut yang mengedepankan peran logistik KRI oleh Kolinlamil (Komando Lintas Laut Militer). Kolinlamil memiliki kapal dengan tonase besar seperti KRI Arun yang mencapai 11 ribu ton. KRI Makassar 7 ribu ton dan KRI Surabaya 11,4 ribu ton. Dan KRI Dokter Soeharso 16 ribu ton.


TNI AL mengerahkan KRI Kakap-811 dan 400 prajurit untuk bantuan kemanusiaan erupsi Gunung Ruang ( Sumber : Dispenal via KOMPAS.com) 
TNI AL mengerahkan KRI Kakap-811 dan 400 prajurit untuk bantuan kemanusiaan erupsi Gunung Ruang ( Sumber : Dispenal via KOMPAS.com) 

Antisipasi lintas lembaga perlu dibentuk. Sebaiknya dikoordinasikan oleh TNI AL. Selama ini institusi yang paling siap terkait penanggulangan bencana alam adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selama ini TNI menyadari bahwa rakyat hidup di negeri bencana. Dengan kondisi seperti itu TNI mesti mampu mewujudkan kesiapan menghadapi bencana secara nasional atau National Disaster Preparedness (NDP).

Pengembangan personel dan alutsista TNI yang sedang dilakukan saat ini disertai dengan kemampuan operasi non perang atau pertahanan nirmiliter seperti penanganan bencana alam. Seperti contohnya Korps Zeni yang memiliki kemampuan untuk membuat jembatan darurat untuk menembus blokade bencana alam. Jenis jembatan yang cocok adalah jembatan Bailey dan jembatan Medium Girder Bridge (MGB). Jembatan Bailey adalah jembatan rangka baja ringan berkualitas tinggi yang mudah dipindah-pindah atau movable.

Selain jembatan Bailey, Satuan Zeni juga memiliki kemampuan untuk memasang jembatan Medium Girder Bridge (MGB). Yang merupakan jembatan taktis militer sedang yang berfungsi untuk menyeberangkan material maupun dukungan logistik yang pemasangannya sangat praktis dan mempunyai daya dukung yang besar dan mampu menahan beban yang melintas di atasnya dengan kapasitas 60 Ton.

TNI selalu memperbarui manajemen bencana sesuai dengan perkembangan global. Manajemen bencana memiliki desain yang beragam tergantung jenis bencana dan lokasinya. Untuk itu telah mengadopsi model penanganan bencana yang modern seperti yang digunakan oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA) milik Amerika Serikat. Badan tersebut memiliki model siklus penanganan bencana paling canggih.

Setiap saat TNI berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di pusat maupun daerah. Koordinasi yang utama adalah kemampuan TNI untuk membongkar blokade bencana. Ketika blokade terjadi, akses komunikasi, distribusi barang dan infrastruktur publik harus secepatnya dipulihkan.

Untuk mengatasi bencana alam dibutuhkan personel gerak cepat dan peralatan yang mampu mengarungi medan yang sulit. Perlu mekanisme yang efektif terkait dengan peran optimal militer dalam penanganan bencana alam. Mekanisme itu antara lain mencakup tata kelola dan standardisasi sistem dan peralatan militer yang secepat mungkin bisa dioperasikan untuk menangani bencana alam.

Mekanisme diatas tidak hanya melakukan sinergi antar kelembagaan dalam negeri, tetapi juga terkait dengan partisipasi negara lain yang mengerahkan aset-aset militernya menuju zona bencana. Sehingga spesifikasi sistem dan peralatan militer yang dilibatkan secepatnya bisa diklarifikasi sehingga bisa cepat memulai operasi.

Optimasi tanggap darurat bencana yang melibatkan kekuatan militer memerlukan platform bersama. Hal itu untuk memudahkan operasi dan berbagi informasi. Terutama dalam melibatkan berbagai peralatan militer. Optimalisasi juga untuk mencari metode mempersingkat durasi penyelamatan korban bencana alam. Pengalaman penanganan bencana di negeri ini menunjukkan acapkali durasi atau waktu pengerjaan justru terkendala oleh banyaknya sukarelawan yang kurang atau tidak berketerampilan mengoperasikan peralatan dan mesin.

Mitigasi bencana alam di daerah yang hingga kini belum efektif, sebaiknya segera mengoptimalkan peran personel militer. Apalagi pihak TNI juga memiliki komitmen tinggi terhadap operasi non perang. Perlu optimasi peran TNI dalam penanganan bencana dan untuk menanggulangi kelambatan dalam hal mitigasi pemerintah daerah.

Kondisi dunia semakin didera oleh berbagai bencana alam. Diperlukan mekanisme atau platform penanganan bencana antar lembaga di dalam negeri maupun platform operasi bersama dengan pihak luar negeri.

Personel TNI memiliki peran penting untuk mempersingkat durasi penanganan bencana. Seperti pembuatan infrastruktur jalan, jembatan, bangunan air, kelistrikan dan perumahan korban bencana. Masalah tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi korban bencana juga memerlukan solusi teknis yang optimal.

Masalah durasi penanganan bencana alam mesti disesuaikan dengan standar dan directive dari International Strategy for Disaster Reduction (ISDR ) yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Yang secara sistematis telah merumuskan siklus penanganan bencana.

Terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap tanggap darurat (response phase), tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, tahap preventif dan mitigasi, dan tahap kesiapsiagaan (preparedness). Sayangnya, standar dan directive diatas sulit terpenuhi akibat masih rendahnya kemampuan birokrasi di daerah.

Kondisinya bertambah sulit akibat belum ada Sistem Informasi Penanggulangan Bencana (SIPB) di daerah yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), Emergency Medical Care Information System (EMCIS), dan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan atau Decision Support System (DSS). Padahal, sistem tersebut sangat berguna untuk menghubungkan pihak-pihak yang terkait dan mendukung proses manajemen bencana serta mampu mengintegrasikan perencanaan pada berbagai tingkatan. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun